1. Kebenaran Mulia tentang Adanya Penderitaan
Oleh karena itu, memahami keberadaan penderitaan hanyalah
satu bagian dari proses. Bagaimana mengakhiri penderitaan, sehingga kita dapat
bebas adalah tujuan terakhir tentang penderitaan dalam Ajaran Sang Buddha. Jika
kita dapat memahami dengan jelas penyebab penderitaan itu dan menemukan jalan
untuk mengatasinya, kita akan bebas dari lautan penderitaan yang dalam dan
menikmati kebahagiaan sejati dalam kehidupan saat ini.
Demikian juga terdapat hakekat timbulnya suatu
penderitaan yang disebabkan berbagai faktor ketidak-harmonisan, antara lain:
- Ketidak-harmonisan antara benda-benda materi dengan diri kita.
- Ketidak-harmonisan antara orang-orang dengan diri kita.
- Ketidak-seimbangan antara tubuh dengan diri kita.
- Ketidak-seimbangan antara pikiran dengan diri kita.
- Ketidak-harmonisan antara keinginan dengan diri kita.
- Ketidak-harmonisan antara pandangan dengan diri kita.
- Ketidak-harmonisan antara alam dengan diri kita.
Penderitaan dan kebahagiaan pada hakekatnya sering
terjadi karena ketidak-harmonisan antara pandangan dengan diri kita sendiri.
Sudut pandang negatif sering menimbulkan cara berpikir pesimis, sebaliknya
sudut pandang positif akan menghasilkan cara berpikir yang optimis, sebagaimana
dapat dihayati pada cerita berikut ini.
Ibunda Yang Risau
Terdapat seorang nenek tua yang mempunyai dua anak perempuan yang menopang
kehidupan keluarganya dengan masing-masing berjualan payung dan dupa. Anak
perempuan pertama selalu mengharapkan hujan agar payungnya lebih laku.
Sedangkan anak perempuan kedua mengharapkan matahari bersinar terang supaya
dupanya dapat terjemur dengan kering.
Setiap kali hujan turun, ibunya yang sangat menyayangi kedua putrinya
tersebut selalu merisaukan putrinya yang berjualan dupa, dan mengharapkan hujan
segera berhenti. Sebaliknya kalau matahari bersinar cerah, ibunya juga
merisaukan putrinya yang berjualan payung, dan mengharapkan agar segera hujan
turun. Demikianlah kerisauan ibunda ini berjalan terus setiap hari, tanpa
disadarinya dia telah terlarut dalam kesedihan dan penderitaan yang diciptakan
oleh pikirannya sendiri.
Sampai suatu hari, datanglah seorang mahabhikshu yang melewatinya dan
melihatnya sedang berkeluh-kesah. Mahabhikshu tersebut mulai menanyakannya,
"Kenapa Anda bersedih sekali, apakah telah terjadi sesuatu yang menimpa
keluarga Anda?" Ibu yang sangat menghormati kehidupan bhikshu ini terkejut
dengan teguran tersebut dan segera memberikan hormat kepada mahabhikshu, dan
menceritakan kejadian yang membuatnya hatinya risau dan sedih. Mahabhikshu yang
setelah mengerti duduk perkara yang membuat ibu ini risau, maka menasehatinya,
"Ibunda yang baik, mulai sekarang coba Anda memikirkan kebahagiaan putri
Anda yang berjualan payung pada saat hujan, sedangkan pada saat matahari
bersinar cerah pikirkanlah kebahagiaan putri Anda yang berjualan dupa. Dengan
demikian Anda tidak perlu terlarut lagi dalam kesedihan."
Ibunda tersebut menuruti nasehat mahabhikshu, dan mulai memikirkan
kebahagiaan putrinya yang berjualan payung pada saat turun hujan, sedangkan
pada saat matahari bersinar cerah dia memikirkan kebahagiaan putrinya yang
sedang menjemur dupa. Demikianlah akhirnya ibu ini tidak lagi menderita karena
kerisauan pikirannya, tetapi dapat menjalani kehidupannya dengan berbahagia
karena sudut pandang positifnya sendiri.
Post a Comment