Buddhisme mengajarkan bahwa kelahiran, kematian dan kelahiran kembali
adalah merupakan suatu proses perubahan yang berkelanjutan. Hal tersebut sama
dengan proses berkelanjutan dari pertumbuhan, kerusakan dan penggantian sel
dalam tubuh seseorang. Menurut ahli kedokteran, setiap tujuh tahun semua sel di
dalam tubuh seseorang akan diganti dengan yang baru.
Proses Kematian
Pada saat kematian, dimana hidupnya telah tiada dan tubuhnya sudah tidak
bernyawa, maka pikirannya akan terpisah dari tubuh. Kematian merupakan suatu
kejadian yang tidak dapat dihindari oleh semua makhluk hidup, dan tidak ada
tempat persembunyian untuk menghindarinya.
Pada saat kematian maka keinginan untuk hidup yang merupakan sumber
ketidaktahuan [avidya/avijja] menyebabkannya
untuk mencari keberadaan yang baru dan karma yang dilakukannya pada kehidupan
sebelumnya itu akan menentukan tempat kelahiran kembali baginya.
Bagian tubuh manusia dalam pengertian Buddhisme dapat dibagi atas empat
unsur yaitu: padat [pathavi], cair[apo], panas [tejo], gerak [vayo] .
Ke-empat unsur tersebut diikuti oleh warna [vanna],
bau [gandha], rasa [rasa], pokok yang utama [oja] tenaga hidup [jivitindria] dan tubuh [kaya].
Kematian menurut pengertian Buddhisme adalah berhentinya kehidupan batin dan
jasmani [jivitindriya] dari setiap
keberadaan individu, yaitu lenyapnya kekuatan [ayu], panas [usma] dan
kesadaran [vinnana]. Sehingga
kematian dapat dipandang sebagai suatu proses penghancuran yang menyeluruh atas
suatu makhluk hidup, walaupun suatu masa kehidupan tertentu berakhir tetapi
kekuatan yang sampai sekarang ini bergerak tidak dihancurkan. Hal ini dapat
diumpamakan seperti sebuah bola lampu listrik yang walaupun bola lampu itu
telah mati karena usang, aus, ataupun pecah, tetapi listriknya tetap mengalir.
Demikian juga aliran karma tetap bergerak dimana tidak terganggu oleh
kehancuran badan-jasmani, dan hilangnya kesadaran yang sekarang membawa pada
kemunculan dari suatu kesadaran yang baru dalam bentuk kelahiran yang lain.
Menurut Buddhisme Theravada,
tidak dikenal adanya keadaan perantara [antara-bhava]
yang berarti tumimbal lahir itu berlangsung segera sebagaimana bola lampu yang
dapat diganti segera. Sedangkan dalam pengertian Buddhisme Mahayana, seseorang yang meninggal akan tinggal dalam keadaan alam
perantara dalam satu, dua, tiga, lima, enam atau tujuh minggu, sampai hari
ke-49. Sehingga dalam Buddhisme Mahayana sering dikenal adanya berbagai praktek
ritual upacara kematian yang berlangsung setiap minggu sampai hari ke-49.
Pengertian ini juga ditemukan dalam Buddhisme Tantrayana dalam arti yang lebih luas dengan istilah `bardo'. Bardo atau alam perantara ini dalam pengertian Tantrayana mengandung Enam Keadaan, yaitu pada saat berada di
kandungan[kye-nay bardo] ; saat
bermimpi [mi-lam bardo]; saat samadhi
yang mendalam [tin-ge-zin sam-tam bardo]
; saat dalam keadaan sekarat menjelang kematian [chi-kai bardo]; saat mengalami kenyataan meninggal [cho-nyid bardo]; saat pencarian
kelahiran kembali [sid-pa bardo].
Tiga keadaan bardo yang terakhir
berkaitan dengan pengalaman sekarat, mati dan kelahiran kembali. Sedangkan bardo pada keadaan kedua dan ketiga
dapat dialami semasa masih hidup.
lihat juga: vegetarian ala buddha
Post a Comment