Memang proses bekerjanya karma tidak dapat kita amati atau dibuktikan
secara ilmiah, namun prinsip bahwa kita akan menuai sesuai dengan apa yang kita
tanam itulah yang penting untuk kita renungkan. Proses bekerjanya karma
hanyalah dapat dipahami sepenuhnya oleh seorang Buddha atau Yang Telah
Tercerahkan.
Untuk mengetahui karma dari kelahiran kita sebelumnya, maka renungkanlah
berbagai kejadian baik berupa penderitaan [dukkha]
ataupun kebahagiaan [sukkha] yang
menimpa kita dalam kehidupan saat ini. Sehingga kita tidak tersudut ke dalam
suatu kondisi dimana kita harus mencela orang lain sewaktu menderita ataupun
terlalu menjunjung orang lain sewaktu kita berbahagia. Karma yang berbuah dalam
kehidupan ini apakah menghasilkan kebahagiaan ataupun penderitaan haruslah kita
syukuri sebagai makin berkurangnya timbunan karma kita sehingga makin
terbukalah peluang untuk kita keluar dari arus kelahiran dan kematian. Namun
demikian kitapun tidak perlu terjebak pada sikap pesimistik dengan menyalahkan
kehidupan sebelumnya yang menciptakan karma buruk pada kehidupan saat ini
karena Buddhisme tidak mengajarkan fatalisme yaitu suatu sikap yang menyalahkan
segala sesuatu kejadian sebagai kodrat, takdir ataupun nasib. Buddhisme
mengajarkan suatu tuntunan buat kita untuk melihat kehidupan saat ini sebagai
alam kehidupan yang memungkinkan manusia untuk berlatih diri keluar dari
lingkaran kehidupan dan kematian.
Untuk memahami kondisi bekerjanya karma sebagai suatu Hukum Sebab Akibat,
kita dapat memulainya dengan mengenali adanya hukum yang bekerja di alam
semesta ini. Dalam Abhidhamma Vatara 54,
dan Dighanikaya Atthakatha II-432,
dapat ditemui adanya Lima Hukum Alam [Pancaniyama
Dhamma] , yaitu :
Rtu Niyama [Utu
Niyama], yaitu hukum
sebab-akibat yang berkaitan dengan suhu, contohnya gejala timbulnya angin dan
hujan, bergantinya musim, perubahan iklim, sifat panas, dan sebagainya.
Bija Niyama, yaitu hukum sebab-akibat mengenai biji-bijian,
contohnya sesawi berasal dari biji sesawi, gula berasal dari tebu, dan
sebagainya.
Karma Niyama
[Kamma Niyama], yaitu hukum
sebab-akibat yang berkaitan dengan perbuatan, contohnya perbuatan baik akan
menghasilkan akibat baik, dan perbuatan buruk akan menghasilkan akibat buruk.
Citta Niyama, yaitu hukum sebab-akibat yang berkiatan dengan hasil
pikiran, misalnya proses kesadaran, timbul dan lenyapnya kesadaran, sifat
kesadaran, kekuatan batin, telepati, kemampuan membaca pikiran orang lain,
kemampuan mengingat hal-hal yang telah terjadi, dan sebagainya.
Dharma Niyama [Dhamma
Niyama], yaitu hukum
sebab-akibat yang berkaitan dengan gravitasi, berupa gejala alam yang menandai
akan terlahirnya atau meninggalnya seorang Bodhisattva ataupun seorang Buddha.
Hukum Karma [Kamma Niyama] merupakan salah satu dari Hukum Alam tersebut di
atas yang terjadi karena prinsip Hukum Sebab dan Akibat, dimana setiap suka
ataupun duka pasti ada penyebabnya. Tiada sebab maka tiada akibat. Segala
penderitaan akan dapat dihindari apabila dapat diketahui sebabnya. Penyebab
tunggal dari segala bentuk penderitaan adalah kemelekatan terhadap nafsu
keinginan duniawi.
Terdapat cukup banyak cara menggolongkan Hukum Karma, dan berikut
disampaikan beberapa jenis penggolongan Hukum Karma tersebut.
Menurut masa berlakunya, dapat diurut sebagai berikut :
Karma yang berlaku segera [ditthadhammavedaniya kamma]
Karma yang berlaku sesudahnya [upapajjavedaniya kamma]
Karma yang berlaku untuk jangka waktu tidak terbatas [aparapariyavedaniya kamma]
Karma yang kadaluarsa [ahosi kamma]
Menurut fungsinya [kicca] karma,
maka dapat digolongkan atas :
Karma penghasil [janaka
kamma]
Karma penunjang [upatthambaka
kamma]
Karma pelemah [upapidaka
kamma]
Karma penghancur [upaghataka
kamma]
Sedangkan penggolongan karma menurut urutan akibatnya [vipakadanavasena], dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Karma yang berat [garuka
kamma]
Karma menjelang kematian [asanna kamma]
Karma kebiasaan [acinna
kamma]
Karma yang bertimbun [katatta
kamma]
Beberapa perbuatan berikut akan menghasilkan karma baik:
Selalu bersifat kedermawanan [dana]
Menjaga moralitas yang baik [sila]
Senantiasa melakukan meditasi [bhavana]
Melakukan penghormatan [apacayana]
Pengabdian yang mendalam [veyyavacca]
Senantiasa mengirim jasa kepada makhluk yang menderita [pattidana]
Berbahagia atas perbuatan baik dari pihak lain [anumodana]
Mendengarkan Dharma [dhammasavana]
Membabarkan Dharma [dhammadesana]
Meluruskan pandangan salah [ditthijjukamma]
Sebagai Buddhis yang mempercayai hukum karma maka kita tidak perlu mencela
orang lain yang melakukan perbuatan paling jahat sekalipun, karena selain
mereka juga akan memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri, juga mereka tidak
akan dapat menyembunyikan diri dari akibat perbuatan jahatnya sendiri.
Sang Buddha bersabda : " Tidak di langit, di tengah lautan, di celah-celah
gunung atau di manapun, juga dapat ditemukan suatu tempat bagi seseorang untuk
dapat menyembunyikan diri dari akibat perbuatan jahatnya. "
(Dhammapada, 127).
Post a Comment