2. Penderitaan [Duhkha-Laksana/ Dukkha-Lakkhana]
Sang Buddha bersabda : " Segala sesuatu yang berkondisi adalah menderita.
Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat hal ini, maka ia akan merasa
jemu dengan penderitaan. Inilah Jalan yang membawa pada kesucian." (Dhammapada,
278).
Kesunyataan Mulia tentang adanya
penderitaan adalah merupakan hal yang pertama dari Empat Kebenaran Mulia yang
diajarkan oleh Sang Buddha. Penderitaan merupakan kenyataan hidup, dimana
selalu dialami oleh setiap orang dan merupakan salah satu tanda keberadaan.
Segala sesuatu yang tidak kekal
juga mengalami penderitaan. Apa yang timbul hanya bersifat sementara, dimana
akan rusak dan akhirnya mati. Kelahiran dan kematian yang berulang-kali
merupakan suatu beban yang menyiksa, dimana mempengaruhi pikiran dan rasa
tenteram kita sehingga merupakan penyebab penderitaan.
Dengan demikian, umur tua,
sakit, dan kematian adalah kejadian ketidak-kekalan hidup yang merupakan bentuk
dari penderitaan. Karena manusia sangat peduli terhadap usia muda, kesehatan,
hubungan dan pemenuhan material dengan tanpa menyadari adanya ketidak-kekalan
akan menyebabkan kekhawatiran dan ketakutan. Disebutkan dalam sutra, bahwa para
dewa sampai bergetar kebimbangan waktu Sang Buddha mengingatkan bahwa surga
juga tidak kekal adanya.
Apabila kita perinci secara
detail maka akan terdapat 12 jenis penderitaan dimana masing-masing memiliki
namanya sendiri yang dikaitkan dengan penyebab penderitaan yang ditimbulkannya,
yaitu
Penderitaan
dari kelahiran [jati-dukkha]
Penderitaan
dari ketuaan [jara-dukkha]
Penderitaan
dari kesakitan [byadhi-dukkha]
Penderitaan
dari kematian [marana-dukkha]
Penderitaan
dari kesedihan [soka-dukkha]
Penderitaan
dari ratap tangis [parideva-dukkha]
Penderitaan
dari jasmani [Kayika-dukkha]
Penderitaan
dari batin [domanassa-dukkha]
Penderitaan
dari putus asa [upayasa-dukkha]
Penderitaan
karena berkumpul dengan orang yang tidak disenangi [appiyehisampayoga-dukkha]
Penderitaan
karena terpisah dengan sesuatu yang dicintai [Piyehippayoga-dukkha]
Penderitaan
karena tidak tercapai apa yang dicita-citakan [yampicchannalabhi-dukkha]
Diantara kedua-belas jenis
penderitaan tersebut maka penderitaan atas kelahiran, kelapukan atau ketuaan,
dan kematian adalah yang paling penting harus kita sadari. Menyadari bahwa
penderitaan tersebut bersifat universal dan tidak dapat dihindari, maka akan
menyebabkan seseorang lebih tenang dalam menghadapi kenyataan hidup, sehingga
akan mampu menghadapi umur tua, sakit dan mati tanpa merasa ada beban dan
kecewa. Hal ini juga mendorong manusia untuk mengatasi masalah penderitaan
sebagaimana yang dialami oleh Pangeran Siddharta.
Adakalanya pada saat kita sedang
berkonsentrasi terhadap sesuatu maka segala penderitaan dapat kita lupakan,
apalagi pada saat sedang bersenang. Tetapi fenomena tersebut tidaklah langgeng
adanya, dimana sesudah konsentrasi tersebut hilang atau kesenangan telah
berlalu, maka kitapun mengingat kembali semua penderitaan yang kita alami.
baca juga ya: ALAM SEMESTA TANPA AKU
baca juga ya: ALAM SEMESTA TANPA AKU
Penderitaan
Nenek Kacang
Dahulu terdapat seorang nenek yang sejak kecil hidupnya
sudah menderita sekali karena hidupnya sebatang kara tanpa ada sanak dan
famili. Nenek ini terkenal dengan sebutan Lo-pakme pengulit kacang atau nenek
tua pengulit kacang, karena tugasnya menguliti kacang sebagai penghidupannya .
Lo-pakme pengulit kacang walaupun buta huruf tetapi tetap senang menghormati
Buddha dan Bodhisattva di vihara dan banyak berbuat amal. Dia tidak bisa
menghafal berbagai sutra yang menurutnya rumit sekali, sehingga hanya ada satu
mantra yang selalu dihafalnya yaitu mantra "Om Mani Padme Hum" yang
dilafalnya sebagai "Hung Mami Pana Hung".
Begitu senangnya Lo-pakme terhadap mantra tersebut
sehingga setiap kali menguliti kacang, dia melafal mantra tersebut dengan senang,
melupakan segala penderitaan hidup yang dialaminya. Setelah lebih dari 40 tahun
melafal mantra tersebut secara salah tanpa ada yang membetulkan lafalannya
tersebut, sampai hal tersebut mengetuk hati para Bodhisattva, hingga suatu
hari, diciptakanlah suatu keajaiban, dimana setiap kali Lo-pakme menyebutkan
sekali "Hung Mami Pana Hung", maka kacang yang belum dikuliti akan
loncat ke keranjang lainnya dengan kulit yang telah dibuang. Hal ini makin
membuat Lo-pakme senang akan mantranya dan segala penderitaan hidupnyapun sudah
tidak diingat lagi, yang diingat hanya menguliti kacang sambil membaca
"Hung Mami Pana Hung".
Sampai suatu hari datanglah seorang bhikshu muda
pengembara yang melewati rumah tempat tinggal sang Lo-pakme. Mendengar Lo-pakme
tersebut membaca mantra yang salah, maka bhikshu muda tersebut berbaik hati
untuk membetulkannya dengan berkata, "A-pho (Nenek), mantra yang A-pho
baca itu salah, seharusnya 'Om Mani Padme Hum'......, dengan nada belakang agak
panjang, ....Hummmmm.........., dan mulutnya ditutup....Hummmmmmm......."
Lo-pakme yang sangat menghormati Buddha, tentunya senang
ada bhikshu yang mengajarinya, dan baru sadar bahwa selama ini dia telah
menglafal mantra yang salah, maka setelah beberapa kali melakukan lafalan
sebagaimana yang diajarkan bhikshu muda tersebut, akhirnya lafalan tersebutpun
telah menjadi benar kembali, sebagai "Om Mani Padme Hummm.....",
tentunya dengan nada belakang yang agak panjang sambil mulut ditutup.
Keesokan harinya, sesudah menjamu bhikshu muda tersebut
sarapan pagi karena diajak untuk menginap dan setelah bhikshu muda tersebut
meninggalkan tempatnya sambil sekali lagi mengingatkan Lo-pakme untuk melafal
mantra secara benar, khususnya penutupan mulut pada saat 'Hummmm......' .
Kemudian Lo-pakme sudah siap dengan mantra barunya untuk menguliti kacang,
diapun melafal, "Om Mani Padme Hummmmm....", sambil menutup mulut
pada suara mantra terakhir. Tetapi kacang tidak melompat sama sekali...., tidak
percaya akan penglihatannya, diapun mengulangi kembali sampai beberapa kali,
tetap saja tidak terjadi keajaiban kacang yang terkuliti sendiri dan melompat.
Akhirnya Lo-pakme menyerah dan pasrah serta memilih untuk melafal mantra yang
benar saja karena menghormati nasehat bhikshu muda, dan memulai dari awal lagi
menguliti kacang dengan tangannya yang sudah makin bertambah keriput.
Post a Comment