Sang Buddha bersabda : " Tinggalkan apa yang telah lalu, yang akan datang maupun yang
sekarang (kemelekatan terhadap lima kelompok kehidupan) dan capailah ` Pantai
Seberang ' (nibbana). Dengan pikiran yang telah bebas dari segala sesuatu, maka
engkau tak akan mengalami kelahiran dan kelapukan lagi."
(Dhammapada, 348).
Sangha yang pada permulaannya adalah merupakan persaudaraan para
Bhikshu/Bhikkhu, kini telah mengalami perkembangan terutama dalam ajaran
Buddhisme Mahayana, dimana meliputi
juga para Bhikshuni/Bhikkhuni dan umat Buddha pria dan wanita yang bertujuan
untuk memperoleh kedudukan Bodhisattva.
Bhikshu/ni [Bhikkhu/ni] adalah seseorang yang menjadi siswa Sang Buddha,
dimana telah memisahkan diri dari segala hubungan sanak keluarganya dan
menganut Dharma serta tidak mempunyai tempat kediaman lagi bagi badan dan
pikirannya, yang berarti telah tidak memiliki tempat tinggal, demikianlah Sabda
Sang Buddha.
Peraturan dan tata tertib serta tata susila seorang Bhikshu/ni diatur dalam
Vinaya Pitaka. Kehidupan seorang
Bhiksu/ni bukanlah kehidupan yang mudah. Dia tidak akan dapat melakukan
kewajibannya, bila dia tidak dapat membebaskan pikirannya dari ketamakan dan
kemarahan atau tidak dapat menguasai pikiran atau kelima inderanya [panca-skandha].
Terdapat lima sifat utama yang harus diperhatikan oleh seorang
Bhikshu/Bhikkhu [Navakabhikkhu-Dhamma],
yaitu:
Mengendalikan diri sesuai dengan peraturan Pratimoksa [Patimokkha] dengan tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh Sang
Buddha dan hanya melakukan hal-hal yang diajarkan oleh Sang Buddha.
Mengendalikan Indera mata, telinga, hidung, lidah, badan
jasmani dan pikiran. Demikian juga jangan membiarkan diri hanyut dalam
kegembiraan duniawi atau kebencian terhadap segala bentuk-bentuk luar.
Tidak bertingkah laku terlalu ribut, kasar ataupun
terlalu banyak berbicara.
Selalu mengusahakan berdiam diri di tempat-tempat yang
sunyi
Senantiasa membina diri sehingga memiliki kebijaksanaan
dan pengertian yang benar.
Tugas atau misi suci seorang Bhikshu/ni adalah memberikan penerangan
tentang Ajaran Sang Buddha, dimana dia mesti berkhotbah mengenai Dharma pada
setiap orang, meluruskan faham yang salah, menolong orang untuk memiliki
pengertian benar, melakukan perjalanan di manapun dalam menyebarkan Dharma,
walaupun harus mengorbankan jiwanya sendiri. Dalam memberikan khotbah Dharma,
maka terdapat lima sifat pokok yang harus diperhatikan, yaitu :
Menerangkan Dharma secara sistimatis dengan tanpa
meloncat ataupun menyingkat bagian tertentu sehingga mengurangi arti yang
sebenarnya.
Memberikan alasan yang jelas kepada pendengar sehingga
mereka menjadi mengerti
Memiliki cinta-kasih [metta]
yang mendalam dengan harapan agar para pendengar dapat memetik faedah dari
khotbah Dharma yang diberikannya.
Tidak bertujuan untuk memiliki keuntungan materi bagi
dirinya sendiri
Tidak mengunggulkan diri sendiri dan merendahkan orang
lain.
Terdapat Empat Persoalan Utama yang harus diperhatikan oleh para
Bhikshu/ni, yaitu :
Memperhatikan kelakuan diri sendiri.
Memperhatikan dan memilih ucapan-ucapan mereka, ketika
mereka mendekati dan mengajar orang lain.
Memperhatikan dan mengetahui motif mereka, supaya mereka
dapat mengajar dan mengakhiri apa yang ingin mereka selesaikan.
Memperhatikan rasa belas kasihan yang besar.
Seorang Bhikshu/ni haruslah dapat menjadi teman sejati [kalyanamitra/kalyanamitta] bagi orang
lain dengan senantiasa memperhatikan hal-hal berikut :
Priya [Piyo] : menimbulkan kasih sayang, lemah lembut, dan menyenangkan
Guru [Garu] : dihormati, dalam pergaulan menimbulkan ketentraman
hati dan terasa aman
Bhavanija
[Bhavaniyo] : menimbulkan
kemajuan batin atau dijunjung, dapat membimbing ke arah yang baik dan
menimbulkan kebijaksanaan
Vaktr ca [Vatta
ca] : pandai berbicara
untuk hal-hal yang baik sehingga menimbulkan pengertian dan dapat dijadikan
teman berunding dalam kesulitan
Vacasksama
[Vacanakkhamo] : sabar dalam
mendengar pembicaraan, tidak merasa jemu dan dapat bertukar pikiran secara baik
dan menyenangkan
Gambhiranca katham
kartr [Gambhiranca katham] : mampu
memberikan penerangan/penjelasan persoalan yang sulit sehingga timbul
pengertian yang baik bagi yang bertanya dan memberikan petunjuk untuk mengatasi
persoalan tersebut.
No catthane
niyojaye [No catthane niyojaye] : tidak menunjukkan jalan yang sesat atau menghancurkan kehidupan orang
lain.
Sebagai umat awam maka kitapun harus senantiasa mengingat bahwa Sangha merupakan tempat yang tiada
bandingannya bagi kita untuk menanam benih perbuatan baik dimana laksana sebuah
ladang dengan tanah subur dan tentunya hasil yang berlimpah akan dapat
diharapkan. Kitapun janganlah menganggap remeh anggota Sangha hanya karena penampilannya yang sederhana, merendah diri dan
seadanya saja.
Pemuda Meniru Buddha
Niu-tzu, adalah seorang
pemuda yang senang sekali mempelajari meditasi dan dengan rutin belajar bersama
seorang Mahabhikshu. Setelah sekian lama belajar dan merasa sudah mencapai
tingkat tertentu, maka Niu-tzu terdorong untuk menilai dirinya sendiri , dan
diapun bertanya kepada Mahabhikshu , "Suhu, bagaimanakah kemajuan meditasi
saya selama ini?" . Mahabhikshu tersebut berkata, "Bagus sekali,
bagus sekali....., Anda telah duduk dengan sempurna seperti Sang Buddha."
Niu-tzu senang sekali menerima pujian tersebut dan bangga sekali hatinya.
Mahabhikshu yang mengetahui
pemuda ini serta terdorong untuk menguji pemuda tersebut bertanya lebih lanjut,
"Menurut Niu-tzu, kalau Suhu meditasinya bagaimana?" Niu-tzu yang
merasa sudah lebih maju meditasinya dan memang selama ini sering merasa geli
kalau melihat postur meditasi Mahabhikshu tersebut, merasa memiliki kesempatan
untuk melepaskan ganjalan hatinya, "Suhu maaf dulu yah, tapi karena saya
harus bicara sejujurnya, maka postur meditasi Suhu persis bentuknya seperti tai
kerbau." (tai kerbau yang berbentuk kerucut, kecil di atas dan melebar ke
bawah, diumpamakan dengan jubah Mahabhikshu yang bergelai menutupi keseluruhan
kaki pada saat duduk meditasi, sehingga berbentuk kerucut).
Hari itu, Niu-tzu dengan
riang kembali ke rumah dan menceritakan pengalaman tersebut kepada adiknya,
"Ha..ha...ha..., adikku sayang, hari ini kakak senang sekali karena telah
berhasil mencapai meditasi seperti Sang Buddha." Adiknya yang agak bingung
menanyakan lebih lanjut dan setelah mengetahui persis cerita dari kakaknya,
diapun berkomentar, "Kakak telah keliru besar sekali, kalau di dalam
pikiran kakak hanya ada tai kerbau, maka di dalam pikiran Suhu hanya ada Sang
Buddha."
Para Bhikshu/ni dari berbagai aliran dan sekte Buddhisme
dapat dilihat perbedaannya dari jubah yang dikenakannya dan dalam menjalankan
puja bhakti. Tetapi pada intinya ajaran yang disampaikan adalah sama yaitu
Ajaran Sang Buddha, hanya perbedaannya terdapat pada tata cara penyampaiannya.
Kemunculan berbagai aliran dan sekte Buddhisme yang ada saat ini terjadi
sesudah Sang Buddha Parinirvana, dimana dapat dilihat dari adanya
konsili-konsili yang diadakan .
Ketika kita menyatakan berlindung kepada Sangha (Sanghang
Saranang Gacchami) berarti kita harus menghormati para Bhikkhu/Bhikshu dan
Bhikkhuni/Bhishuni tanpa membedakan apakah mereka telah mencapai tingkat arahat
atau belum, karena para anggota Sangha telah menyadari Kebenaran Ajaran Sang
Buddha dan mereka juga membantu para umat untuk menyadari Ajaran Sang Buddha.
Demikian juga para anggota Sangha mengingatkan kita mengenai Tri-Ratna
Post a Comment