Vinaya Pitaka
Vinaya Pitaka merupakan suatu kumpulan Tata Tertib dan Peraturan Cara
Hidup yang ditetapkan untuk mengatur murid-murid Sang Buddha yang telah
diangkat sebagai bhikkhu atau bhikkhuni ke dalam Sangha. Peraturan-peraturan
ini berupa himbauan dari Sang Buddha dengan tujuan agar mereka menguasai dan
mengendalikan perbuatan jasmani dan ucapan mereka. Kitab ini juga menyangkut
hal-hal mengenai pelanggaran peraturan; terdapat berbagai jenis peringatan dan
usaha pengendalian sesuai dengan sifat pelanggaran yang dilakukan.
Secara umum Vinaya Pitaka dapat
dibagi atas :
(1) Sutta Vibhanga
Bagian yang berhubungan dengan Pratimoksa/Patimokha
yaitu peraturan-peraturan untuk para bhikkhu/bhikshu (227 peraturan) dan
bhikkhuni/bhikshuni (311 peraturan).
(2) Khandaka-khandaka , terdiri dari
Mahavagga dan Cullavagga.
Mahavagga merupakan serangkaian peraturan mengenai upacara penahbisan bhikkhu,
upacara Uposatha, peraturan tentang
tempat tinggal selama musim hujan [vassa],
upacara pada akhir vassa [pavarana], peraturan mengenai jubah,
peralatan, obat-obatan dan makanan, pemberian jubah Khatina setiap tahun,
peraturan bagi bhikhu yang sakit, peraturan tentang tidur, tentang bahan jubah,
tata cara melaksanakan sanghakamma (upacara
sangha), dan tata cara dalam hal terjadi perpecahan.
Cullavagga, terdiri dari peraturan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran, tata cara
penerimaan kembali seorang bhikkhu ke dalam sangha setelah melakukan
pembersihan atas pelanggarannya, tata cara untuk menangani masalah-masalah yang
timbul, berbagai peraturan yang mengatur cara mandi, mengenakan jubah,
menggunakan tempat tinggal, peralatan, tempat bermalam dan sebagainya, mengenai
perpecahan kelompok-kelompok bhikkhu, kewajiban guru [acariya] dan calon bhikkhu [samanera],
upacara pembacaan Patimokkha,
penahbisan dan bimbingan bagi bhikkhuni, kisah mengenai Pasamu Agung Pertama di
Rajagraha, dan kisah mengenai Pesamuan Agung Kedua di Vesali.
(3) Parivara,
Merupakan suatu ringkasan dan pengelompokan peraturan-peraturan Vinaya yang tersusun dalam bentuk
tanyajawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian.
Dalam Buddhisme Mahayana juga
terdapat Brahmajala Sutra [Fan Wang Cing] yang dipergunakan sebagai
pedoman untuk menerangkan sila,
pratimoksha dan Bodhisattva sila
dimana terdiri dari 10 pasal kesalahan besar [Garukapatti] dan 48 pasal kesalahan kecil [Lahukapatti]. Brahmajala Sutra yang dipakai oleh Buddhisme Mahayana merupakan terjemahan dari Kumarajiva antara tahun 401 - 409 M.
Selain itu terdapat juga Upasika Sila
yang merupakan terjemahan dari Dharmaraksa
antara tahun 414-421 M. Untuk Bhikshuni, terdapat juga Bhikshuni Sanghika Vinaya Pratimoksha Sutra yang diterjemahkan oleh
I-Ching pada tahun 700-711 M dimana
terdiri atas 348 pasal.
Sutra Pitaka [Sutta Pitaka]
Merupakan kumpulan
pembicaraan antara Sang Buddha dengan berbagai kalangan, semasa Beliau
mengembangkan ajaranNya. Sutra Pitaka
dapat dikelompokkan dalam lima kelompok utama, yaitu :
- Digha Nikaya (kumpulan sutra
yang isinya panjang),
- Majjhima Nikaya (kumpulan sutra
yang isinya tidak terlalu panjang),
- Samyutta Nikaya (kumpulan sutra
yang isinya secara kelompok),
- Anguttara Nikaya (kumpulan
sutra atas beberapa topik utama),
- Khuddaka Nikaya (kumpulan sutra
dari berbagai bahan).
Selain itu dalam Buddhisme Mahayana masih terdapat banyak sutra lainnya
yang diperkirakan sekitar 300 sutra, dimana terdapat beberapa yang tersusun
sesudah Parinirvana Sang Buddha.
Sutra-sutra yang kebanyakan berasal dari bahasa Sansekerta telah berhasil
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa saat ini berkat jasa-jasa dari para
sesepuh Mahayana, seperti Kashyapamatanga dan Mdian Dharmaraksha, Tao-an, Kumarajiva, Siksananda, Buddhabhadra, Buddhajiva, Buddhayasas,
Bodhiruci, Bhodiyasa, Gunabadra, Dhamakshema, Punyatara, Paramartha, I-ching, Fa-hsien, Hsuan-tsang,
Subhakarasinha, Divakara, dan lain-lain. Kebanyakan sutra yang
diterjemahkan pada awalnya ke dalam bahasa Mandarin tersebut dibawa dari India
ataupun Srilanka melalui jalan darat yang dikenal sebagai Jalan Sutra (Silk Road). Sekarang sutra-sutra
tersebut sudah ada dalam berbagai bahasa khususnya bahasa Tibet, Jepang, Korea,
Vietnam dan malahan terdapat banyak sutra yang sudah diterjemahkan dalam bahasa
Inggris, Perancis, dan Belanda.
Di Indonesia, pada jaman kejayaan Sriwijaya dalam masa keprabuan Syailendra
(sekarang Palembang, Sumatera), telah tercatat dalam sejarah sebagai pusat
pendidikan Agama Buddha Mahayana dimana
terdapat seorang guru agama Buddha yang terkenal bernama Sakyakirti (Dharmakirti). Demikian juga di tanah Jawa dimana sempat
juga didatangi oleh beberapa tokoh yang terkenal dalam sejarah perkembangan
Buddhisme dengan berbagai peninggalan sejarahnya seperti candi Borobudur,
Mendut, Pawon dan lain-lain. Bhikshu Fa-hsien
dari Cina pada tahun 414 M sempat tinggal selama lima bulan di Ho-ling (Jawa) yang sesuai catatannya
bahwa di Jawa telah menerima agama Buddha yang beraliran Hinayana. Setelah itu Gunawarman
dari Kashmir yang datang ke Jawa pada sekitar tahun 421 M. Bhikshu lainnya dari
Cina, Hui-ning juga pernah ke Jawa
pada sekitar tahun 664 M dan sempat tinggal selama tiga tahun. I-ching sempat dua kali ke Sriwijaya
dimana pada tahun 685 M sempat tinggal selama empat tahun untuk menyelesaikan
tugasnya menerjemahkan berbagai kitab dari bahasa Sansekerta ke bahasa Mandarin.
Atisa (hidup tahun 982-1054) dari
keluarga bangsawan Bengala yang menjadi bhikshu pernah datang ke Srivijaya
untuk belajar filsafat dan logika agama Buddha Mahayana selama 12 tahun (antara tahun 1011-1023) dibawah bimbingan
guru besar Sakyakirti (Dharmakirti).
Beberapa sutra dalam Mahayana yang dianggap sangat penting, antara lain :
- Avatamsaka Sutra (Hua Yen Cing)
- Maha Ratnakuta Sutra (Ta Pao Ci Cing)
- Maha Sanghata Sutra (Ta Ci Cing)
- Astasahasrika Prajnaparamita Sutra
(Pa Chien Sung Phan Jo Cing)
- Maha Prajnaparamita Sutra (Ta Phan Jo
Cing)
- Prajnaparamita Hrdaya Sutra (Sim
Cing)
- Sad-Dharma Pundarika Sutra (Fa Hua
Cing)
- Mahaparinirvana Sutra (Ta Ch'eng Nie
Phan Cing)
- Surangama Sutra (Leng Yeng Cing/ Ta
Fo Ting Shuo Leng Yeng Cing)
- Amitabha Sutra (O Mi Tho Cing)
- Sukhavati Vyuha Sutra (Wu Liang Shuo
Cing / Fo Shuo A Mi Tho Cing)
- Amitayur Dhyana Sutra (Kuang Wu Liang
Shuo Cing)
- Vaipulya-mahavyuha Sutra (Ta Cuang
Yen Cing)
- Vimalakirti Nirdesa Sutra (Wei Mo
Cing)
- Suvarnaprabhasa Sutra (Cin Kuang Ming
Cui Sen Wang Cing),
- Lankavatara Sutra (Leng Cia Cing)
- Sandhi Nirmocana Vyuha Sutra (Cie Sen
Mi Cing)
- Vajrachedika-prajna-paramita Sutra
(Cin Kang Cing)
- Mahavairocanabhi-sambhodi Sutra (Ta
Re Ru Lai Cing)
- Lalita Vistara Sutra (P'u Yao Cing)
- Suvarna Prabhasa Sutra (Cin Kuang
Ming Cui Sen Wang Cing)
- Dasabhumika Sutra (Se' Ti Cing)
- Mahayana Buddha Pacchimovada Pari
Nirvana Sutra (I Chia Yu Cing)
- Brahmajala Sutra (Fan Wang Cing)
- Dasa Kausalya Karma Sutra (Se' San Ye
Tao Cing)
- Maha Samnipata Sutra (Ta Chi Cing)
- Tathagatagarbha Sutra (Ta Fang Teng
Ju Lai Tsang Cing)
- Yogacarabhumi Sutra / Dharmatara
Dhayna Sutra (Ta Mo To Lo Ch'an Cing)
- Bhaishajyaguru Vaiduryaprabha
Tathagata Sutra (Yo Shi Liu Li Kuang Ju Lai Pen
Yuan Khung Te Cing)
- Sanmukhi Dharani Sutra (Liu Men To Lo
Ni Cing)
- Sutra Hui Neng atau Sutra Altar (Liu
Cu Than Cing)
- Ksitigarbha Bodhisattva Sutra (Ti
Chang Phu Sat Pen Yuan Cing)
- Bodhisattva Treasury Sutra (Phu Sat
Tsang Cing)
Abhidharma Pitaka [Abhidhamma Pitaka]
Merupakan kumpulan berdasarkan klasifikasi yang detail mengenai fenomena
kejiwaan, logika, analisa metafisik dan informasi penting dari kosa kata. Kitab
Abhidhamma dapat juga disebut sebagai
ilmu psikologi Buddhisme yang mengajarkan analisis yang mendalam mengenai
berbagai komponen dan proses dari batin dan jasmani.
Abhidhamma Pitaka sesuai uraian dari kaum Sthaviravada (Pali canon)
dapat diuraikan menjadi tujuh jilid buku [pakarana],
yaitu :
Dhammasangani, menguraikan mengenai etika dilihat dari sudut pandang ilmu jiwa
Vibhanga, menguraikan apa yang terdapat dalam buku Dhammasangani
dengan metode yang berbeda. Buku ini dapat dibagi lagi dalam delapan bab [vibhanga], dan masing-masing bab
memiliki tiga bagian yaitu Suttantabhajaniya,
Abhidhammabhajaniya dan Pannapucchaka
atau daftar pertanyaan-pertanyaan.
Dhatukatha, menguraikan mengenai unsur-unsur batin yang terbagi
atas empat belas bagian.
Puggalapannatti, menguraikan berbagai watak manusia [puggala] yang terkelompok dalam sepuluh
urutan kelompok.
Kathavatthu, terdiri dari dua puluh tiga bab yang merupakan kumpulan
percakapan [katha] dan sanggahan
terhadap pandangan salah yang dikemukan oleh berbagai sekte tentang hal-hal
yang berhubungan dengan theologi dan metafisika.
Yamaka, terdiri dari sepuluh bab [yamaka], yaitu Mula, Khanda,
Ayatana, Dhatu, Sacca, Sankhara, Anusaya, Citta, Dhamma dan Indriya.
Patthana, menerangkan mengenai sebab-sebab yang berkenaan dengan
dua puluh empat hubungan antara batin dan jasmani [Paccaya].
Abhidharma Pitaka dari kaum Sarvastivada
(Sansekerta) dapat dikelompokkan
dalam tujuh kitab, yaitu :
Jnana-prasthana,
Sangitiparyaya,
Prakaranapada,
Vijnanakayasya,
Dhatukaya,
Dharmaskandha,
Prajnaptisastra.
Disamping itu
terdapat juga beberapa kitab komentarnya, seperti Abhidhamma Maha Vaibasha Sastra dan Abhidhamma Kosa Sastra. Demikian juga yang ditulis oleh kaum Madhyamika, antara lain Madhyamika Karika, Dwi-dasa-Sastra, Sata
Sastra. Asanga dari kaum Vijanavada yang dikenal dengan Yogacara menyusun beberapa karyanya yang
berhubungan dengan Abhidhamma, yaitu
: Saptadasabhumi Sastra Yoga-caryabhumi,
Sutralankara-Tika, Madhyatavibhaga Sastra Grantha, Vajracheda Sutra Sastra,
Yogavibhaga Sastra dan Mahayanasamparigraha Sastra. Vasubandhu juga menulis beberapa kitab yang berhubungan dengan Abhidhamma, yaitu : Vidyama-trasiddhi, Pancaskandhaka Sastra, Vidyamatrasiddhi Tridasa
Sastra Karika, Karma- siddhaprakarana Sastra, Dasabhumika Sastra, Gayasirsha
Sutra Tika dan Saddharmapundarika Sutra Upadesa.
Keahlian seseorang dalam menguasai berbagai kitab suci yang ada dalam
Buddhisme bukanlah sebagai jaminan akan memperoleh manfaat kehidupan suci,
tetapi yang penting adalah berbuat sesuai ajaran dalam kehidupan sehari-hari
baik melalui pikiran, ucapan ataupun perbuatan.
Sang Buddha bersabda : "Biarpun seseorang banyak
membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai dengan ajaran, maka orang
lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain; ia
tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci. Biarpun seseorang sedikit membaca
kitab suci, tetapi berbuat sesuai ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian
dan ketidaktahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu,
tidak melekat pada apapun baik di sini maupun di sana, maka ia akan memperoleh
manfaat kehidupan suci." (Dhammapada, 19, 20)
Ketika kita menyatakan berlindung kepada Dharma (Dhammang
Saranang Gacchami) berarti kita harus memiliki pengertian yang benar terhadap
Ajaran Sang Buddha dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari secara
bijaksana.
Post a Comment