Manusia merupakan pancaran semangat Cinta Kasih dan Kasih Sayang yang dapat
menuntunnya mencapai Pencerahan dalam kehidupannya saat ini. Ajaran Sang Buddha
yang memiliki kekuatan revolusioner selalu mengarahkan perdamaian dunia dan
kebahagiaan semua makhluk di dunia dengan semboyan suci yaitu Cinta Kasih [Maitri/Metta] dan Kasih Sayang [Karuna].
Sang Buddha bersabda, "Aku memiliki Cinta Kasih kepada makhluk-makhluk tanpa kaki,
kepada yang berkaki duapun Aku memiliki Cinta Kasih. Aku Memiliki Cinta Kasih
kepada makhluk-makhluk berkaki empat, kepada yang berkaki banyakpun Aku
memiliki Cinta Kasih." (Anguttara Nikaya, II, 72).
" Bila seseorang
memiliki pikiran Cinta Kasih, ia merasa kasihan kepada semua makhluk di dunia,
yang ada di atas, di bawah dan di sekelilingnya, tak terbatas di manapun." (Jataka, 37)
Kemajuan batin akan dapat kita kembangkan apabila kita senantiasa diliputi
pikiran yang penuh Cinta Kasih serta bersikap penuh Kasih Sayang.
"Kembangkanlah pikiran
yang penuh Cinta Kasih; bersikaplah penuh Kasih Sayang dan terlatih dalam sila.
Bangkitkan semangatmu, bersikaplah teguh, senantiasa mantap dalam membuat
kemajuan" (Theragatha, 979)
Apakah Perlu Vegetarian?
Apakah seorang Buddhis dalam menjalankan sila-sila khususnya sila tidak
melakukan pembunuhan [pranatipata vairamanya/panatipata
veramani], sebaiknya juga menjadi seorang vegetarian yaitu tidak memakan
makhluk bernyawa? Bagaimanakah caranya agar dapat menghindari larangan
perdagangan makhluk hidup [sattva
vanijya/satta vanijja], dan perdagangan daging binatang [mamsa vanijya/mamsa vanijja]?
Pertanyaan tersebut masih sering merupakan suatu hal yang kontroversial
dalam berbagai aliran Buddhisme. Dari sejarah kemunculan Ajaran Sang Buddha
pada masa kerajaan kebudayaan Hindu di India, maka dapat dimaklumi bahwa para
umat Hindu adalah vegetarian yang taat karena konsep ahimsa dan reinkarnasi yang dianut, dimana apa yang dimakan juga
akan menciptakan karma baru, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada jamannya
Buddha Gautama, tentunya kehidupan masyarakat pada saat itu juga sebagian besar
merupakan vegetarian. Manu, penyusun
kitab Hindu pertama menulis,"Daging, tidak bisa didapatkan tanpa menyakiti makhluk hidup
lain, dan apabila seseorang menyakiti makhluk yang memiliki kesadaran maka
orang itu tidak bisa mendapatkan kebahagiaan surgawi. Karena itu biarlah semua
tidak makan daging."
Beberapa aliran Buddhisme tidak berpendapat bahwa apa yang dimakan
merupakan syarat mutlak untuk mencapai Pencerahan, dimana yang lebih
dipentingkan adalah pikiran, ucapan dan perbuatan. Para bhikkhu dalam Buddhisme
Theravada (khususnya di negara-negara
Thailand, Myanmar, Sri Lanka, Kamboja, Laos) melakukan permintaan dana makanan
dari rumah ke rumah [pindapatta]
memakan apa saja yang diberikan, dan lebih mementingkan menahan keinginan makan
dengan makan hanya satu kali sehari sebelum lewat jam siang. Namun perlu juga
kita sadari, bahwa umat awam yang mengenal baik cara berdana apalagi kepada
anggota Sangha, tentunya akan menghindari memberikan dana dari hasil penyiksaan
ataupun pembunuhan makhluk hidup [savajja
dana] karena jenis dana seperti ini tidaklah akan menghasilkan pahala yang
baik malah sebaliknya, kalaupun berbuah akan menyebabkan malapetaka bagi si
pemberi dana.
Demikian juga terdapat argumentasi bahwa makanan terakhir yang
dipersembahkan oleh Cunda, si pandai
besi, adalah makanan istimewa yang bernama sukaramaddava
yang berarti 'kaki babi', sehingga disimpulkan bahwa Buddha Gautama memakan
kaki babi yang empuk. Padahal kita tahu juga banyak sekali nama makanan ataupun
tumbuhan yang menyerupai nama binatang karena ciri-cirinya, seperti jambu
monyet, lidah buaya, kumis kucing, jamur kuping, daun kaki kuda, rumput lidah
lembu, longgan (mata naga), dsb. Literatur yang ada memperlihatkan bahwa sukaramaddava adalah sejenis jamur yang
empuk dan sangat sulit ditemukan karena tumbuhnya tersembunyi di hutan
belantara, dan diketahui babi hutan sangat menyenangi jamur tersebut dimana
biasanya dengan gampang dapat ditemukannya dengan cara dikais keluar
menggunakan kakinya, sehingga dinamakan 'jamur kaki babi'.
Berbagai catatan di kitab suci haruslah kita hayati secara intuitif untuk
sampai kepada pendapat apakah benar vegetarian itu perlu dikembangkan dalam
latihan spiritual kita. Ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa vegetarian
itu adalah tawaran dari Devadatta,
saudara sepupu Buddha Gautama yang terkenal ambisius dan jahat tersebut. Dalam
cerita Devadatta sendiri dapat kita maklumi bahwa Devadatta dengan kelicikannya
mencoba mengadu-domba Sangha dengan
mengajukan lima aturan kepada Sang Buddha agar dapat diterapkan (jadi bukan
hanya ketentuan vegetarian saja), dimana membuat posisi Sang Buddha sulit utk
memutuskannya. Diantara kelima aturan yang diajukan oleh Devadatta, sebenarnya
terdapat dua ketentuan yang memang mudah dilakukan oleh bhikkhu saat itu
seperti hidup dari dana yang diterima dan tidak boleh memakan ikan atau daging
(vegetarian), dan kemungkinan besar
telah dijalankan. Namun tiga ketentuan lainnya agak sulit utk diputuskan oleh
Sang Buddha, yaitu bhikkhu selamanya harus hidup di hutan; mengenakan jubah
dari bekas sampah dan kuburan; dan hidup di kaki pohon. Devadatta yakin bahwa
apabila Sang Buddha menolak permintaannya, maka akan banyak bhikkhu yang
mendukung dia serta menyatakan bahwa Sang Buddha tidak berwelas asih (menolak
vegetarian) dan senang hidup dalam kemewahan (tidak terbatas dari kehidupan
dana yg diterima saja). Sedangkan apabila Sang Buddha menerima aturan yg
diajukan tsb, maka berarti Sang Buddha menerapkan pola kehidupan menyiksa diri
(tinggal di hutan, memakai pakaian bekas dari sampah dan kuburan, dan hidup di
kaki pohon). Namun Sang Buddha yang penuh kebijaksanaan, mengatakan kepada para
bhikkhu tanpa secara tegas menolak ataupun menerima aturan-aturan tersebut.
Pendapat yang mengatakan bahwa apabila kita tidak mendengar, tidak melihat,
dan tidak mengetahui bahwa daging binatang yang kita makan itu telah disembelih
untuk kita makan, adalah merupakan suatu pendapat yang sangat tidak beralasan.
Coba kita bayangkan apabila ada seseorang tiba-tiba mati dan tentunya sanak keluarganya
akan menanyakan kenapa orang tersebut mati sehingga akan dilakukan visum untuk
mengetahui kematiannya tersebut. Tentunya lain kalau kita sedang memakan
daging, jelas sekali kita ataupun orang lain tidak perlu menanyakan darimana
daging ini berasal, karena secara logika umum sudah jelas daging tersebut
berasal dari hasil penyembelihan hewan yang masih hidup sebelumnya. Sehingga
semua orang juga maklum bahwa terdapat satu makhluk hidup yang telah dibunuh
beberapa waktu yang lalu, dan jelas sekali disadari oleh mereka bahwa makhluk
hidup tersebut pasti menjerit, meronta, dan menangis pada saat mengetahui
ajalnya sudah akan berakhir.
Buddhisme Tantrayana yang
berkembang di Tibet dengan keadaan alam di sana tidak menekankan kepada para
bhikkhunya untuk melakukan vegetarian secara mutlak. Tetapi apabila para
bhikkhu Tantrayana melakukan
perjalanan keluar dari Tibet, dimana apabila tersedia makanan vegetarian, maka
para bhikkhu tersebut diharuskan melakukan vegetarian. Diceritakan juga bahwa
Marpa dan murid utamanya Milarepa merupakan tokoh yang cukup dikenal dalam
sejarah Buddhisme Tibet juga senang makan daging. Namun hal tersebut tidak
didukung oleh bukti yang cukup. Dalai Lama ke-14, Y.M. Tenzin Gyatso adalah seorang vegetarian yang taat. Mungkin
kita juga perlu merenungkan apa yang dikatakan oleh Jamgon Khungtrul Rinpoche,"Jangan dengan sengaja mengambil kehidupan (membunuh)
makhluk hidup apapun, walaupun itu adalah seekor semut; karena untuk hal yang
menyangkut kehidupan, tidak ada istilah 'besar' atau 'kecil'." Sehingga
sering para bhikkhu Tibet dalam membangun rumah ataupun mencangkul tanah,
terlihat lebih banyak menyita waktu untuk memindahkan terlebih dahulu
cacing-cacing ke tempat yang aman sebelum melakukan pekerjaannya tersebut.
Buddhisme Mahayana dengan Bodhisattva silanya mengharuskan para
bhikshu/ni untuk melakukan vegetarian demikian juga pesan-pesan yang
disampaikan kepada umatnya. Buddhisme Mahayana
yang memuja Avolakitesvara Bodhisattva [Guan
Yin Pu Sa] sebagai Bodhisattva yang penuh Kasih Sayang, menyakini bahwa
dengan tidak memakan makanan bernyawa secara tidak langsung juga mencegah
pembunuhan makhluk bernyawa sehingga akan dapat menimbulkan sifat Kasih Sayang
dan Cinta Kasih sebagaimana prinsip-prinsip pokok Ajaran Sang Buddha.
Hal ini juga tersebut dalam Lankavatara
Sutra "
Dengan kekhawatiran akan timbulnya kelaliman atas makhluk hidup, sepatutnya
Bodhisattva dalam berlatih diri untuk mencapai Kasih Sayang berpantang makanan
daging."
Demikian juga dalam Brahmajala Sutra
terdapat sabda berikut, "Siswa Sang Buddha tidak boleh dengan sengaja makan daging
makhluk hidup, karena kalau ia berbuat demikian, maka ia menghancurkan
benih-benih Maha Kasih Sayang dan Sifat Kebuddhaan. Ia menyebabkan orang-orang
yang bertemu padanya menghindarinya. Karenanya semua Bodhisattva harus pantang
makan daging makhluk apapun, sebab makanan hewani merupakan sumber dosa-dosa
yang tak terhingga."
Sang Buddha Menyadarkan Nelayan
Suatu ketika, ada seorang
nelayan yang tinggal di dekat gerbang utara kota Savatthi. Suatu hari, melalui
kemampuan batin luar biasa, Sang Buddha melihat bahwa telah tiba saatnya bagi
nelayan itu untuk mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Maka dalam perjalanan pulang
dari berpindapatta, Sang Buddha bersama dengan para bhikkhu, berhenti di dekat
tempat dimana Ariya sedang menangkap ikan. Ketika nelayan itu melihat Sang
Buddha, dia melemparkan alat penangkap ikannya kemudian datang dan berdiri di
dekat Sang Buddha. Sang Buddha mulai menanyakan nama-nama para bhikkhu di
hadapan si nelayan, dan akhirnya, Beliau menanyakan nama nelayan itu.
Ketika si nelayan menjawab
bahwa namanya adalah Ariya, Sang Buddha berkata bahwa para orang mulia (Ariya)
tidak melukai makhluk hidup apapun, tetapi karena si nelayan membunuh ikan-ikan
maka dia tidak layak menyandang nama Ariya.
Kemudian Sang Buddha
membabarkan syair berikut (Dhammapada Atthakatha, 270), "Seseorang tidak
dapat disebut Ariya (orang mulia) apabila masih menyiksa makhluk hidup. Dia
yang tidak lagi menyiksa makhluk-makhluk hiduplah yang dapat dikatakan mulia.
Nelayan Ariya mencapai
tingkat kesucian sotapatti setelah khobah Dharma Sang Buddha berakhir.
Manfaat Vegetarian
Banyak orang yang tersaru dengan kata vegetarian yang dikira berasal dari
kata vegetable (sayur-sayuran). Sebenarnya vegetarian itu berasal dari bahasa
latin 'vegetus' yang berarti 'aktif',
'yang hidup', 'teguh', 'bergairah', dan 'kuat'. Di Inggris kata Veget ini sempat dipakai untuk
mengatakan seseorang yang kuat dan sehat.
Menurut penemuan Victor Stephan
Sussman dalam bukunya 'The Vegetarian
Alternative' , USA: Rodale Press
Emmaus, 1978, bahwa orang-orang Inggris dan Amerika sudah memulai
vegetarian sejak tahun 1840 dengan prakarsa oleh Pendeta Sylvester Graham (penemu roti Graham crackers), Ellen White (salah seorang pendiri
gereja 'Advent Hari Ke-7), dan John
H.Kellog (ahli bedah dan pendiri Sanatorium Battle Creek). Di India dan
Tiongkok, vegetarianisme sudah ada jauh sebelum masehi. Para pengikut Sekte
Jaisme yang merupakan aliran Hinduisme tertua di India , adalah vegetaris, dimana
bertujuan untuk menghormati dan menaruh kasih sayang kepada semua makhluk
hidup. Mereka mempunyai disiplin ajaran yang kuat, dilarang membunuh makhluk
apapun, tetapi mereka meminum susu dan produk yang terbuat dari susu. Para
penganut agama Masehi Advent Hari Ketujuh, juga vegetaris, tidak meminum
alkohol, merokok ataupun makan atau minuman yang merangsang, Mereka berpendapat
bahwa tubuh manusia adalah rumah Tuhan [A
Temple of God] sehingga janganlah menjadikan tubuh manusia ini sebagai
kuburan hewan. Demikian juga beberapa ajaran mistik kuno Yunani dan para
pengikut Pythagoreanisme, Manichaeanisme,
dan Sikhisme yang sangat menekankan vegetarian karena konsep reinkarnasi
dan hukum karma yang dianut ajaran tersebut. Kaum Essenes yang dikenal sebagai
kaum spiritual 'orang suci berjubah putih', ataupun 'putra cahaya', hidup di
Qumran, sekitar Laut Mati, Jerusalem , yang hidup pada eranya Yesus Kristus,
juga menganut doktrin hukum Karma, sehingga terkenal sebagai vegetaris yang
taat.
Terlepas dari itu semua, bahwa sesuai dengan hasil survey yang pernah
dilakukan, diketahui dalam tubuh seorang atlit yang vegetarian lebih baik daya
tahannya daripada yang non-vegetarian. Hal ini juga dibuktikan oleh Carl Lewis,
seorang vegetarian yang terkenal sebagai juara lari kelas dunia. Demikian juga
ditinjau dari sudut kesehatan, dimana makanan daging mengandung lemak jenuh
berkolesterol tinggi serta berita-berita mengenai hewan-hewan tertentu yang
terjangkit virus yang membahayakan manusia, seperti kasus virus sapi gila [madcow
disease] di Eropa (tahun 1997) kasus virus
flu unggas yang menyerang ayam dan bebek di Hong Kong (1998). Demikian juga
dengan kasus virus babi Jepang [Japanese encephalitis virus] yang
melanda Malaysia sebagai negara penghasil ternak babi terbesar di dunia (tahun
1999), telah mengubah selera makan kebanyakan orang Amerika, Eropa dan Asia
menjadi vegetarian atau mengurangi konsumsi daging dalam menu harian mereka. Di
Indonesia, pada sekitar bulan Mei 1999, diberitakan bahwa residu obat antibiotik (penisilin,
makrolida dan tentrasiklin) dan
pestisida di dalam hewan peliharaan sangatlah mengkhawatirkan. Hal ini sesuai
dengan hasil riset dari Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan
(PPMSOH), dimana residu yang terdapat pada hewan peliharaan tersebut apabila
dikomsumsi sebagai daging dalam menu harian , maka dapat berdampak kanker hati
, gagal ginjal, kebutaan, meningitis dan gangguan hoemapoetik (akibat timah
hitam). Selain itu juga dapat berdampak pada kekebalan tubuh terhadap
antibiotik yang kemungkinan bisa juga menyebabkan mutasi (genetik) kuman ('Suara Pembaharuan' tanggal 1 Mei 1999).
Terakhir kasus dioksin yang
menggoyangkan kembali daratan Eropa, dimana menurut penelitian terdapat hampir
seluruh produk makanan yang berasal dari hewani tercemar dioksin, suatu kelompok 75 senyawa kimia yang berasal dari resin
mengandung dioksin khlorin yang
kebanyakan terdapat dalam bahan-bahan plastik. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menggolongkan salah satu jenis dioksin,
yaitu tetrachlorodibenzo-p-dioxin, sebagai
karsinogenik kelas satu, atau penyebab kanker buatan manusia yang paling
berbahaya dan beracun. Sehingga pemerintah Belgia, Belanda, Perancis, dan
kebanyakan negara-negara lainnya di dunia (termasuk di Indonesia) mengumumkan
untuk menarik semua produk-produk asal hewani yang diproduksi dari Belgia (‘Kompas’, tanggal 17 Juni 1999).
Ada kekhawatiran juga bahwa dengan makanan vegatarian yang terdiri dari
sayur-sayuran, buah-buahan, kentang, umbi-umbian, jamur, kacang-kacangan dan
lain sebagainya , tidaklah cukup untuk menghasilkan protein yang dibutuhkan
oleh tubuh manusia untuk dapat hidup secara sehat. Tempe dan tahu yang dibuat
dari kacang kedelai telah diteliti mengandung sumber protein yang sangat baik
untuk tubuh manusia selain dapat mencegah kanker payudara. Demikian juga
kacang-kacangan lainnya seperti kacang panjang, diketahui sangat bermanfaat
untuk para penderita kencing manis. Sudah banyak hasil penelitian yang
mengklasifikasikan protein tumbuh-tumbuhan lebih besar kandungannya dari
protein hewani. Sehingga tidak terdapat alasan yang cukup untuk kita harus
menghindari memakan makanan non-hewani karena takut tidak terpenuhi kebutuhan
protein. Tidaklah mengherankan apabila sekarang kita dapat menjumpai adanya
rumah-sakit yang menyediakan makanan khusus vegetarian bagi pasiennya. Demikian
juga terdapat banyak sekali dokter yang selalu menyarankan pasiennya untuk
mengurangi makanan daging dengan memakan lebih banyak sayuran dan buah-buahan.
Memang sangat sulit untuk kita yang sudah terbiasa mengkonsumsi daging
dalam menu kita agar dapat menjadi seorang vegetarian. Urusan menikmati makanan
enak merupakan kesenangan duniawi yang mendapatkan tempat di urutan kedua
setelah kenikmatan seksualitas. Makanan daging yang memang lebih enak
dibandingkan dengan makanan non-hewani, sering mengarahkan seorang pemangsa
daging ini mencoba berbagai variasi daging yang tidak pada umumnya, seperti
kodok, burung dara, ular, biawak, tikus muda, buaya, monyet, penyu, harimau,
cecak, kecoa, jangkrik, dan sebagainya. Daging-daging demikian sering dimakan
bersama arak tertentu dimana, dengan tanpa didukung oleh suatu bukti
penyelidikan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, diklaim mampu
membangkitkan sifat kejantanan seorang lelaki ataupun menambah keberanian
seseorang. Sehingga hal ini sering dijadikan alasan oleh para kaum pendukung
makanan hewani dengan mengaburkan pandangan kemajuan batin seseorang yang dapat
dikaitkan dari diet makanan non-hewani. Berbagai argumentasi berusaha
diciptakan dari peninggalan kitab-kitab suci hanya semata-mata untuk
mempertahankan pendapat tersebut. Dimana tanpa mereka sadari, hal tersebut
telah mengukung pendapat yang dibuatnya, sehingga akhirnya pembunuhan berbagai
makhluk hidup terus berlangsung setiap saat hanya semata-mata untuk kepuasan
para pemakan daging.
Walaupun demikian, terdapat juga banyak pendapat yang setelah menapaki
jalur spiritual murni, menyadari bahwa kebiasaan memakan daging dan meminum
arak sangatlah tidak baik untuk kemajuan batin seseorang. Khususnya para
pendukung ajaran yang mempercayai hukum karma dan kelahiran kembali,
mempercayai akan menerima akibat dari perbuatan memakan daging. Demikian juga
para pendukung curahan sifat Kasih yang murni terhadap seluruh makhluk hidup
sebagai suatu eksistensi yang mempunyai hak hidup di alam semesta ini dengan
alasan bagaimana mereka mampu bertemu Yang Maha Pengasih apabila mereka
memangsa ciptaanNya juga. Walaupun tumbuh-tumbuhan juga memiliki unsur
kehidupan, namun dalam memilih makanan, para pendukung vegetarian tersebut senantiasa
berusaha memakan makanan yang berasal dari kesadaran yang paling rendah dimana
hanya menyebabkan penderitaan yang sedikit sekali seperti tumbuh-tumbuhan.
Tumbuh-tumbuhan jelas sekali tidak memiliki kaki, tangan, sisik, ekor, darah
ataupun alat pencernaan. Apabila kita memotong sebatang kangkung , maka
kangkung tersebut masih akan dapat tumbuh lagi menjadi dua tiga cabang yang
tentunya tidak bisa dilakukan dengan apabila kita memenggal kepala seekor sapi.
Beberapa rekan yang telah berhasil menjalani kehidupan vegetarian memberikan
tenggang waktu 2 minggu bahkan sampai 2 bulan untuk melihat berhasil tidaknya
seseorang menjadi vegetarian. Mereka pada umumnya memberikan pendapat yang
sangat positif sesudah menjalani kehidupan vegetarian seperti kesehatan yang
stabil, kesabaran, konsentrasi dalam meditasi, dan sebagainya
Secara biologi, dapat kita ketahui bahwa usus manusia bukanlah diciptakan
untuk mengkonsumsi daging [carnivora]
karena usus manusia sangatlah panjang sehingga dikhawatirkan apabila mengkonsumsi
daging akan menimbulkan penimbunan yang terlalu lama di usus [colon] sehingga mengalami pembusukan
yang dapat menyebabkan kanker usus. Demikian juga, kita tidak perlu harus
memperlakukan perut kita itu sebagai tempat pembakaran bangkai binatang [crematorium].
Terdapat hasil survey yang telah dilakukan, bahwa apabila suatu masyarakat
dalam suatu negara tertentu menggantikan pola kehidupan peternakan dengan
pertanian, maka terdapat curva efisiensi ekonomi yang cenderung sangat
menguntungkan dari sisi pendapatan dan lingkungan hidup.
Berbagai Pola Vegetarian
Kebiasaan makan daging sebenarnya telah terbentuk sejak kecil, sehingga
memang tidak gampang untuk dapat mengganti begitu saja pola makan daging yang
telah terbentuk tersebut.
Dalam penerapan pola vegetarian, terdapat beberapa alternative yang
sebenarnya dapat juga merupakan suatu tahapan dalam mewujudkan latihan
vegetarian dari pemula kemudian menjadi vegetarian murni [vegan] , yaitu:
Vegetarian hari tertentu [semi vegetarian], dimana seseorang itu hanya mengkonsumsi daging
pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada saat pesta atau tidak mengkonsumsi
daging pada hari-hari tertentu, misalnya pada tanggal lunar 1 dan 15.
Vegetarian dengan pantangan daging tertentu [partial vegetarian], dimana tidak
memakan daging tertentu misalnya daging merah yang berasal dari hewan mamalia
seperti lembu, kambing, dan babi.
Vegetarian dengan pantangan semua daging termasuk seafood
tetapi boleh telur dan susu beserta hasil produknya [lacto ovo vegetarian / lactovarian].
Vegetarian dengan pantangan semua daging dan telur tetapi
boleh susu dan hasil produk susu [lacto
vegetarian / lactarian]
Vegetarian murni dgn tidak memakan, meminum ataupun
memakai semua produk dari makhluk hidup [strict
vegetarian/total vegetarian/vegan]
Situasi krisis ekonomi yang sedang melanda berbagai negara belakangan ini
dapat juga merupakan suatu kondisi yang tepat untuk segera mengubah pola died
vegetarian dengan mengurangi pembelian daging ayam, babi, sapi, dan kambing
yang harganya jauh lebih mahal daripada tahu, tempe, kentang, dan jagung.
Pola makan vegetarian ini sangatlah cocok untuk dipromosikan oleh segala
umat beragama yang penuh kasih dan cinta akan kebahagiaan dan kedamaian bagi
semua makhluk hidup di muka bumi ini. Kita dapat juga melihat contoh para Guru
Agung spiritual terdahulu yang kebanyakan menjalani hidup vegetarian, bahkan
dalam bukunya John Davidson, The Gospel of Jesus - In Search of His
Original Teachings, diargumentasikan bahwa dan
murid-murid utamaNya termasuk adikNya, James adalah vegetarian. Dapat diteliti
juga dalam Kitab Kejadian 1:29,
dimana Allah bersabda, "Lihatlah Aku telah berikan kepadamu tumbuh-tumbuhan
berbiji, memenuhi permukaan bumi, dan pohon-pohon berbuah, itulah semua bagimu
sebagai makananmu." Demikian
juga disabdakan, "Anda tidak boleh
memakan daging yang berdarah sebab kehidupan berada dalam darah." (Kitab Kejadian 9:4). Yohanes yang juga dikenal vegetarian
karena hanya memakan madu hutan dan locust
(sejenis pepohonan berbiji yg dinamakan locust
tree [Ceratonia siliqua] atau
dikenal juga 'St.John's Bread', namun
dalam berbagai alkitab di Indonesia diterjemahkan sebagai belalang). Dalam
surat Paulus kepada jemaat di Roma
tersirat juga pesan vegetarian, "Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Allah oleh karena
makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh
makanannya orang lain tersandung! Baiklah engkau jangan makan daging atau minum
anggur, atau sesuatu yang menjadi batu sandungan untuk saudaramu." (Roma 14:20-21).
Dalam Al Q'uran terdapat larangan
memakan daging binatang yang mati ataupun darah binatang, demikian juga adanya
larangan untuk memakan daging dari binatang yang disembelih secara tidak halal
(tanpa basmallah). Murid paling terkemuka Nabi Muhammad, kemenakannya sendiri, menasihatkan kepada murid-muridnya,
"Jangan
jadikan perut kalian itu kuburan binatang." Tentunya kenyataan
seperti ini dapat mengarahkan kita untuk menjalani kehidupan vegetarian yang
tidak akan menimbulkan keragu-raguan kita dalam hal memakan makanan non-hewani.
Tidak kurang dari itu semua, kita dapat juga melihat kehidupan para Guru Agung
spiritual jaman sekarang seperti Supreme Master Ching Hai =,
Sai Baba, Maharaj Gurinder Singh Ji, Gurumayi Chidvilasananda, Dalai Lama
Tenzin Gyatso, Jidhu Krisnamurti, dan masih banyak lagi guru-guru spiritual
lainnya yang menjalani kehidupan vegetarian (strict vegetarian/vegan) dengan berlandaskan Cinta Kasih dan Kasih
Sayang yang luar biasa. Guru Sejati, Supreme Master
Ching Hai yang sejak kecil telah
menjadi vegetarian mengatakan, "Jika seseorang benar-benar baik hati,
mengapa ia masih makan daging makhluk lainnya? Melihat mereka menderita
seharusnya ia tidak tega memakannya! Pemakan daging tidak mengenal welas asih,
jadi bagaimana ini dapat dilakukan oleh seorang yang baik hati?"
Mudah-mudahan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, akan makin banyak
terdapat makanan sajian vegetarian di berbagai pojok makanan (food-court), restoran dan tempat-tempat
lainnya di Indonesia sebagaimana sering kita lihat di luar negeri. Sehingga
tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak memulai memakan vegetarian dengan
mengatakan susah untuk memperoleh makanan vegetarian. Kita harus menyadari
bahwa , 'makan
adalah untuk hidup, bukanlah hidup untuk makan'.
Post a Comment