Dalam Surangama Sutra
[Leng-Yeng-Cing], Sang Buddha menanyakan kepada para Bodhisattva Mahasattva
dan para Arahat Utama yang tidak perlu belajar lebih lanjut lagi, mengenai
pelatihan pikiran untuk mencapai pencerahan dari setiap metode yang
dikembangkan dimana merupakan metode terbaik untuk mencapai kesempurnaan
sehingga memasuki keadaan samadhi.
Lihat juga:
Lihat juga:
Kemudian Bodhisattva Manjusri bangkit dari tempat duduknya dimana sesudah bersujud
di hadapan Sang Buddha, lalu menguraikan secara jelas 25 metode meditasi yang
telah dijalankan oleh para Bodhisattva dan Arahat dengan berbagai alasan yang
merupakan kelemahan metode tersebut dimana akan sulit dicapai oleh manusia
biasa, sampai terakhir metode pengamatan suara [Quan-Yin] dari Bodhisattva Avalokitesvara, maka Bodhisattva
Manjusri berkata, "Aku sekarang menyampaikan kepada Sang Tathagatha, bahwa semua
Buddha di dunia ini muncul untuk mengajarkan metode yang paling cocok yaitu
dengan menggunakan suara yang mencakup segala-galanya. Keadaan samadhi bisa
dicapai melalui organ pendengaran. Demikianlah Bodhisattva Avalokitesvara
memenangkan pembebasan dan keselamatan dari penderitaan selama kalpa yang tak
terhitung bagaikan pasir Gangga. Dia memasuki tanah Buddha yang sama banyaknya.
Memperoleh kekuatan penguasaan diri dari pembebasannya dan memberikan
ketidak-gentaran kepada semua makhluk hidup."
Belajar meditasi tidaklah sama dengan belajar silat ataupun keahlian bela
diri lainnya. Kalau belajar silat kita bisa berguru pada beberapa guru silat
yang pada akhirnya kita dapat menjadi pendekar dengan menggabungkan berbagai
jurus silat yang diperoleh dari beberapa guru silat tersebut. Namun dalam
belajar meditasi, kita haruslah patuh terhadap satu metode yang diajarkan oleh
satu guru saja yang kita yakini sebagai Guru Sejati, sehingga tidaklah perlu
mencampur-adukkan berbagai metode meditasi yang diketahui, karena hal demikian
tidaklah akan menjamin pencerahan batin kita, malahan dapat menimbulkan
keruwetan pikiran dan gangguan kejiwaan lainnya.
Bagaimana menemukan seorang Guru Sejati adalah sangat tergantung karma kita
sendiri, dan kesiapan kita untuk memulai perjalanan spiritual yang kita yakini.
Ada pepatah mengatakan, bahwa begitu murid siap, maka guru akan datang. Salah
seorang Mahaguru pemimpin spiritual abad ini, Supreme Master Ching Hai,
mengatakan, "Cahaya
dan suara merupakan tolak ukur seorang Guru Sejati, siapapun yang tidak dapat
memberi Anda pengalaman cahaya dan suara seketika, bukanlah seorang Guru
Sejati."
Persiapan Meditasi
Melakukan suatu meditasi sebenarnya tidaklah terlalu rumit, tapi adakalanya
kita justru memperumit tujuan meditasi tersebut dengan berbagai tekad seperti,
"Baik, saya akan duduk bermeditasi malam ini mulai jam 10 malam sampai jam
6 pagi, dan saya akan duduk tanpa bergeming seperti Buddha, hingga mencapai
pencerahan!" , tetapi baru duduk belum sampai 5 menit perasaan gelisah
sudah mengganggu, seakan-akan tempat duduk meditasi terbakar oleh bara api. Hal
tersebut sebenarnya bukanlah suatu tekad yang benar, karena proses meditasi
tersebut tidaklah dapat diselesaikan secara sekaligus, melainkan harus dimulai
secara bertahap.
Pada saat memulai meditasi kita janganlah terpaku pada suatu target yang
harus dicapai dengan memaksakan diri, segala keinginan duniawi haruslah dilepas
dan tidak ada yang perlu dicapai. Apakah mau duduk 15 menit, 1 jam atau 5 jam,
tidaklah perlu dijadikan masalah. Yang jelas bagaimana mempersiapkan diri untuk
duduk itulah yang terpenting.
Sebelum duduk untuk meditasi, usahakanlah segala pekerjaan yang memang
perlu diselesaikan telah dilakukan dengan baik. Kalaupun tidak bisa
diselesaikan, katakanlah pada diri kita sendiri bahwa pekerjaan tersebut akan
diselesaikan sesudah meditasi. Perlu diawasi juga keinginan untuk menyelesaikan
pekerjaan tersebut kemudian muncul kembali pada saat kita duduk meditasi, pada
saat tersebut kita dapat menegur pikiran kita dengan mengatakan, "Lupakanlah,
nanti akan saya selesaikan sesudah meditasi ini selesai." Hal tersebut
dapat kita ulangi sampai keinginan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut tidak
muncul kembali. Bagaimanapun ada baiknya sebelum kita duduk, biasakanlah segala
pekerjaan kecil yang memang dapat dilakukan pada saat itu kita selesaikan
dahulu, misalnya mematikan lampu, memastikan pintu sudah terkunci, kran air
sudah dimatikan, dan lain sebagainya, sehingga hal-hal seperti itu tidak
mengganggu pikiran kita pada saat mulai bermeditasi. Mengabaikan masa lalu dan
tidak memperdulikan masa yang akan datang dengan melihat secara nyata masa
sekarang (masa duduk meditasi) adalah hal yang paling penting ditanamkan dalam
pikiran kita selama melakukan persiapan meditasi ataupun pada saat sudah
memasuki konsentrasi meditasi. Selalulah bertindak seperti perahu yang
berangkat bersama penumpangnya dan barang-barang yang dibawa perahu tersebut
tanpa meninggalkan jejak masa lalu dan juga tidak peduli akan masa yang akan
datang. Perahu tersebut akan melaju bersama arus air (perahu jaman dulu selalu
mengandalkan air yang mengalir tanpa memiliki motor mesin perahu yang dapat
menantang arus seperti yang sekarang kita jumpai).
Sering terjadi juga pada waktu meditasi, kita merasakan gatal, kesemutan,
ngilu, pegal, ngantuk dan berbagai perasaan fisik dan batin yang terasa
menganggu sekali . Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlulah kita mendapatkan
tempat duduk meditasi yang disesuaikan dengan postur tubuh kita yang paling
baik. Janganlah terlalu terpaku pada suatu pola duduk, tetapi pilihlah pola
duduk yang paling sesuai untuk diri kita sendiri. Tidak perlu harus mencontoh
pola tertentu. Memang pola duduk teratai (saling menyilangkan kaki sehingga
kedua telapak kaki menghadap ke atas) adalah yang paling baik, karena akan
membuat punggung kita lurus agar tidak mudah terserang rasa mengantuk. Namun
tidak semua orang dapat melakukan pola duduk demikian, sehingga tidaklah perlu
dipaksakan. Kalau memang duduk di kursi atau bantal meditasi yang tinggi lebih
menyenangkan, lebih baik kita memilih itu, asal jangan membiarkan punggung kita
bersandar pada sandaran kursi tersebut. Biasakanlah mencuci muka dengan air
dingin dan lakukan sedikit senam seperti jongkok dan pelemasan otot sebelum
memulai meditasi. Hal tersebut akan sangat membantu untuk menghilangkan rasa
ngantuk dan kesemutan yang memang sering menganggu pada saat meditasi. Usahakan
berkonsentrasi pada bagian tubuh dari alis mata ke atas, sehingga dengan
demikian gangguan ngilu, pegal, kesemutan, gatal dan sebagainya yang sering
muncul di berbagai tempat di tubuh kita, lambat laun tidak akan menganggu pada
akhirnya. Pada saat tersebut kitapun sudah lupa bahwa kita memiliki tubuh, dan
memang kita tidak perlu risau akan tubuh ini yang tidak kekal.
Gangguan kerohanian seperti perasaan takut, gelisah, ataupun munculnya
gambaran makhuk tertentu ataupun fenomena lainnya seperti cahaya dan sebagainya
dapat juga singgah pada waktu meditasi. Adakalanya perasaan atau gambaran
tersebut hanyalah bentuk pikiran kita sendiri. Untuk membedakannya maka kita
perlu amati apakah perasaaan ataupun gambaran tersebut muncul lebih dari satu
kali dan dalam bentuk yang sama. Kalau memang demikian berarti merupakan
fenomena dari alam tertentu dan perlu kita atasi. Seandainya muncul perasaan
takut dan gelisah, cobalah berkonsentrasi pada mantra, doa ataupun sutra
tertentu. Demikian juga apabila muncul gambaran makhluk tertentu, maka cobalah
undang makhluk tersebut untuk duduk di depan Anda. Dalam hal ini kita haruslah
memiliki keyakinan akan para Buddha dan Bodhisattva ataupun Guru Sejati kita,
dan dengan nama Beliau, persilahkan makhluk tersebut untuk tidak menganggu
meditasi Anda. Mendapatkan bimbingan meditasi dari seorang guru spiritual yang
kita yakini akan sangat membantu dalam hal ini. Guru demikian haruslah mampu
melindungi setiap permasalahan yang muncul khususnya dalam perjalanan spiritual
muridnya. Walaupun kita yakin kepada para Buddha dan Bodhisattva, tetapi Mereka
tidaklah mungkin berkomunikasi secara langsung dalam bentuk fisik manusia
seperti kita. Sehingga penting adanya untuk mendapatkan bimbingan meditasi dari
seorang guru ahli meditasi (meditator) apakah dari seorang bhikshu/bhikkhu,
bhikshuni/bhikkhuni ataupun guru spiritual yang masih hidup dimana kita yakini
sebagai seorang Guru Sejati. Demikian juga meditasi secara berkelompok biasanya
akan sangat membantu karena kekuatan konsentrasi meditator yang telah senior
akan mampu menciptakan atmosfir positif dalam ruangan meditasi tersebut
sehingga dapat mengangkat konsentrasi peserta meditasi yunior lainnya yang
masih sebagai pemula.
Makanan adakalanya juga mempengaruhi kita selama melakukan meditasi.
Janganlah makan terlalu kenyang, dan sebisa mungkin diusahakan adanya jarak
waktu 1 sampai 2 jam antara makan dan meditasi. Makanan yang sehat seperti
menghindari berbagai daging atau hanya memakan makanan non-hewani (vegetarian)
dirasakan oleh sebagian praktisi meditasi sebagai suatu hal yang sangat
membantu khususnya dalam konsentrasi pikiran selama meditasi. Kebanyakan daging
yang diperoleh dari hasil pembunuhan makhluk hidup masih mengandung hawa
tertentu yang dapat mempengaruhi upaya konsentrasi dalam meditasi kita. Minuman
seperti kopi juga ada baiknya dihindari, karena dalam meditasi itu kita bukan
bertujuan untuk bergadang.
Kebiasaan untuk duduk bermeditasi haruslah kita tanamkan dalam diri kita
setiap hari dan dijadikan suatu acara rutin. Kebiasaan duduk tersebut akhirnya
akan menjadikan kita lebih terkonsentrasi dalam meditasi dan menjalani
kehidupan sehari-hari. Sering kita mengeluh tidak memiliki waktu untuk
meditasi, dan memang hal itu dapat dimaklumi apalagi bagi orang-orang yang
masih terikat dengan kehidupan duniawi dalam jaman sekarang yang serba instant
ini. Namun kalau kita mau menyadari, sebenarnya banyak sekali waktu kita yang
terbuang secara percuma. Coba kita amati berapa banyak waktu kita yang terbuang
hanya untuk mengobrol atau membicarakan rumor yang tidak perlu, menonton
televisi, membaca koran, terlibat kehidupan malam yang tidak baik, tidur
menjelang subuh dan bangun siang, dan sebagainya. Seandainya waktu-waktu
seperti itu dapat kita kurangi, maka tentunya dalam sehari kita dapat
menyisahkan waktu paling tidak 3 sampai 4 jam. Sehingga kalau kita dapat duduk
meditasi 1/2 jam saja dalam sehari, maka hal itu seharusnya sudah sangat
menggembirakan. Kebiasaan duduk 1/2 jam ini kemudian secara bertahap dapat
ditambah ataupun dibagi misalnya 1/2 jam pada waktu bangun di pagi hari dan 1/2
jam menjelang akan tidur pada malam harinya, demikian seterusnya ditingkatkan
tanpa harus dipaksakan ataupun ditargetkan, melainkan secara alami dan
bertahap. Ingatlah bahwa sebongkah batu yang diletakkan cukup lama di atas
rerumputan akan dapat mematikan rumput tersebut untuk tumbuh, namun apabila
batu tersebut digeser ataupun diangkat, maka rumput tersebut akan tumbuh
kembali. Demikian juga dengan sumber nafsu keinginan akan tumbuh lagi setiap
kali kita lalai memperhatikan konsentrasi pikiran kita. Konsentrasi pikiran
demikian tidak saja terbatas pada saat kita duduk meditasi, melainkan juga
dalam kehidupan sehari-hari kita.
Meditasi bukanlah hanya duduk diam dengan mengambil posisi tubuh tertentu
ataupun menyerupai posisi Buddha tertentu saja karena Pencerahan tidaklah
tergantung pada posisi tubuh tertentu dalam meditasi.
Menggosok Genteng Jadi Cermin
Mazu Daoyi (709-788) adalah
seorang sesepuh Zen yang membawa pengaruh paling besar sesudah masa sesepuh
ke-enam, Huineng (638-713). Mazu meninggalkan rumah pada usia 12 tahun untuk
menjadi murid Nanyue Huairang (677-744).
Pada suatu hari, Nanyue
melihat Mazu sedang duduk bermeditasi. Nanyue bertanya kepada Mazu, "Untuk
apa engkau duduk bermeditasi?" Mazu menjawab, "Aku ingin menjadi
Buddha".
Setelah mendengar kata-kata
tersebut, Nanyue keluar mengambil sepotong genteng bata yang kemudian
digosoknya di lantai. Mazu merasa tidak mengerti sehingga bertanya, "Anda
menggosok genteng bata untuk apa?" Nanyue menjawab, "Aku ingin jadikan
genteng bata ini sebagai cermin." Mazu dengan terheran-heran berkata,
"Genteng bata digosok bagaimana bisa menjadi cermin?" Nanyue
menjawab, "Kalau genteng bata digosok tidak bisa menjadi cermin, bagaimana
pula duduk bermeditasi dapat menjadi Buddha?"
Mazu kemudian bertanya
bagaimana caranya agar dapat menjadi Buddha. Nanyue berkata, "Pengertian
ini sama halnya seperti orang menghalau gerobak yang ditarik oleh seekor lembu;
bila gerobaknya tidak berjalan, apa yang harus dipecut? Gerobaknya atau
lembunya? Dalam melakukan meditasi, engkau ingin belajar Zen yang duduk, atau
engkau bermaksud meniru Buddha yang duduk? Untuk yang pertama, Zen tidak ada di
dalam duduk atau berdiri. Untuk yang kedua, Buddha tidak memiliki posisi tubuh
yang tetap. Dharma berjalan terus, dan tidak pernah berhenti di suatu tempat.
Engkau karenanya jangan melekat ataupun membenci bentuk-bentuknya. Duduk untuk
menjadi Buddha adalah membunuh Buddha. Apabila engkau belajar duduk menjadi
Buddha, itu sama halnya mengucilkan Buddha; kalau engkau terikat kepada bentuk
duduk, maka selamanya akan jauh dari Kebenaran."
Post a Comment