Abu Nawas memiliki nama lengkap Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami, lahir di Persia pada 145 Hijriah atau 756 Masehi.
sosok Abu Nawas, tokoh yang terkenal dari cerita 1001 Malam ini dikenal karena kejenakaan serta kecerdasannya.
Sedari kecil Abu Nawas sudah menjadi anak yang cerdas dan pada akhirnya dia menunjukkan kemampuan sastranya yang luar biasa. Dia berkumpul bersama penyair-penyair hebat dan mulai berkarya.
Abu Nawas tidak pernah ingin menuliskan kisah hidupnya dengan berurai air mata, makanya gaya bahasa jenaka menjadi pilihannya.
Cara Cerdik Menangkap Pencuri
Pada suatu hari, kota Baghdad digemparkan dengan pencurian di rumah saudagar kaya raya dan ada sebanyak uang seratus dinar lenyap digonddol maling.Nampaknya maling tersebut sangat profesional. Buktinya saja sudah banyak petugas dikerahkan untuk mengejar pencuri itu, namun si maling tak kunjung ketangkap.
Sang saudagar kaya raya semakin gusar dibuatnya. Bagaimana tidak, sudah uangnya diambil kemudian ada rasa penasaran sebenarnya siapa pencuri lihai tersebut.
Hebatnya, tak ada satu pun pertanda yang bisa dilanjutkan sebagai bahan penyelidikan lebih lanjut. Bahkan meskipun telah mendesak pejabat setempat, tetap saja hasilnya nihil.
Pada akhirnya, sang saudagar membuat keputusan, barangsiapa yang mencuri hartanya dan dia mau mengembalikan, maka dia akan mendapatkan hak separuh dari harta yang dicuri tersebut.
Namun meskipun sudah diberikan pengumuman tersebut, si pencuri tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya. Bahkan si pencuri ini merasa nyaman dan aman karena tak satupun orang yang mengetahui ulahnya.
Tentu saja sayembara ini sangat menarik warga Baghdad. Banyak sekali orang yang mendaftar untuk ikut andil bagian, termasuk si pencuri itu sendiri.
Awalnya si pencuri berniat untuk meninggalkan kota Baghdad dengan membawa harta curiannya. Namun setelah dipikir-pikir, kepergiannya hanya akan membuka aibnya.
Oleh karena itu, si pencuri mencoba bertahan di kota dengan ikut-ikutan menjadi peserta sayembara. Dia semakin merasa aman saat berkumpul dengan peserta sayembara.
Dia sangat yakin kedoknya tidak akan terbongkar.
Begitu melihat hasil yang belum jelas terlihat dari sayembara yang sudah dibukanya, sang saudagar akhirnya mendesak sang hakim untuk mendatangkan Abu Nawas.
Namun sayangnya, Abu Nawas pada hari itu sedang berada di Damaskus dan baru bisa pulang pada esok harinya. Semua harapan bertumpu pada Abu Nawas.
Kasak kusuk begitu genjar di kalangan warga, mereka menebak apakah Abu Nawas mampu menguak teka-teki tersebut. Sementara itu, si pencuri hatinya menjadi ciut karena dia tahu bagaimana kemampuan Abu Nawas dalam memecahkan masalah.
Pada keesokan harinya, Abu Nawas datang dengan membawa tongkat banyak sekali. Dan kemudian dia membagikan tongkat-tongkat tersebut kepada semua yang hadir sambil berpesan.
"Tongkat-tongkat ibi sudah saya mantrai, kalian bawa pulang. Besok bawa kembali ke sini. Jika salah satu diantara kalian pencurinya, maka tongkat akan bertambah satu telunjuk. Yang bukan pencuri, maka tidak usah khawatir, "ujar Abu Nawas.
Kemudian semua warga pulang dan si pecuri bingung bagaimana bisa lolos di esok hari. Setelah memeras otak, dia memutuskan untuk memotong tongkat tersebut sepanjang telunjuk jarinya.
Benar.
Keesokan harinya, semua warga berkumpul dan mengembalikan tongkat kepada Abu Nawas. Pada saat menerima tongkat dari pencuri tersebut, Abu Nawas langsung menangkapnya karena tongkatnya menjadi lebih pendek.
Kemudian si pencuri diadili dengan seadil-adilnya. Akhirnya Abu Nawas berhak menerima uang 100 dinar tersebut. Namun uang tersebut dibagikan kepada fakir miskin di kota Baghdad.
Menipu Tuhan
Abu Nawas adalah seseorang yang selalu memiliki cara untuk menjawab setiap pertanyaan dengan tepat. Bahkan, pertanyaan yang sama pun dapat dijawabnya dengan cara yang berbeda. Dan ada satu lagi yang diketauhi oleh sang guru bahwa Abunawas bisa menipu Tuhan.
Setelah para murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda.
Murid Abu Nawas bertanya lagi.
"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?" tanya muridnya.
"Mungkin." jawab Abu Nawas.
"Bagaimana caranya?" tanya si murid penasaran.
"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa." jawab Abu Nawas.
"Ajarkan pujian dan doa itu padaku wahai guru." pinta muridnya.
Doa itu adalah:
Wahai Tuhanku, aku ini sama sekali tidak pantas menjadi penghuni surgaMu, tetapi aku juga tidak tahan terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah taubatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar.
Post a Comment