Pelabuhan Ratu. Ke situlah kami menuju.
Ini perjalanan berikutnya. Perjalanan dengan niat berkhidmat pada kehidupan. Perjalanan dengan maksud merasakan detak jantung alam. Perjalanan atas nama cinta pada sesama manusia. Perjalanan dengan "misi suci" belajar merawat keterhubungan antara alam dan manusia. Belajar menyulam tiap-tiap bagian yang terpisah menjadi kesatuan yang utuh, teguh. Alam dan manusia menjadi satu berkawan, saling melindungi, memberi energi, memberikan kasih dan sayang. Lalu alam dan manusia bersimpuh patuh di hadapan kuasa dan kehendak Tuhan. Pemilik mutlak kehidupan.
Niat dan misi itu bisa terdengar mewah atau semacam kesombongan. Sok gagah-gagahan. Berlagak menjadi pahlawan kesiangan. Biarlah sejarah kehidupan yang menilai. Kami hanya sedang belajar membuat jejak tentang cara bagaimana merawat alam. Belajar menghubungkan batin manusia dengan suara-suara alam yang mulai hilang dalam ingatan dan pikiran manusia modern.
Lumrah diketahui. Di telinga dan pikiran modern, alam dan manusia adalah entitas yang berhadap-hadapan. Manusia melumat dan alam harus ditundukkan. Manusia berkuasa dan alam menjelma menjadi sosok yang kerap menderita. Dibuatlah peran dan sifat yang saling bertolak belakang. Protagonis face a face antagonis.
Ahuung. Ahung. Ahung
Jeritan alam sudah lama terdengar. Menderita karena keserakahan dan laku manusia. Alam meradang kesakitan menanggung derita karena kesombongan manusia. Alam seumpama pembantu yang harus patuh pada telunjuk dan kehendak majikan. Bahkan dengan dengan sewenang-wenang. Bahkan dengan perlakuan yang menyakitkan.
Kini mereka berbalik melawan. Menumpahkan kekesalan yang telah lama dipendam. Menjadi dendam. Menjadi amarah yang menuntut korban darah. Menggeliat menghendaki balasan kematian dan nyawa manusia yang harus sirna. Lalu gempa. Tiba-tiba longsor. Amuk badai dan puting beliung. Banjir dan tsunami yang membuat ngeri. Jasad yang bergelimang. Tubuh yang hilang ditelan bumi. Atau rumah yang rata dengan tanah.
Sampai kapan manusia harus terus membusungkan dada. Lalu melahirkan derita dan nyawa yang terus sirna? Alam tak seharusnya melampiaskan dendam. Manusia tak semestinya berlaku kejam. Alam dan manusia adalah "saudara". Dua ciptaan yang dituntut memberikan pertanggungjawan kepada Tuhan. Alam dan manusia adalah "saudara" yang harus berbagi bela dan rasa.
Ahung. Ahung. Ahung
Rajah pembuka didendangkan. Iringan kecapi menggetarkan hati. Desiran angin pantai menggenapkan. Sungguh magis terdengar ditelinga. Menyelusup jauh kedalam sanubari. Seumpama ratapan pengharapan kepada Penguasa kehidupan. Suaranya melambungkan kesadaran. Mengetuk pintu arsy tempat Tuhan bersemayam. Mengetuk jendela langit supaya terbuka.
Duhai Allah. Kami memohon kepada-Mu. Kepada keagungan dan kuasa-Mu. Ampuni seluruh kata dan tingkah kami.
Tiap kata seumpama mantera. Semisal doa yang dipanjatkan. Menjadi obat yang menguatkan urat. Menjadi penawar untuk tulang yang mulai rapuh. Seumpama menghidupkan pori-pori yang hampir mati. Meneguhkan hati untuk tak sombong dan dengki. Tawasulan diwiridkan melengkapi. Menyempurnakan pengharapan yang dipintakan.
Yaa hadi. Kau yang menunjukkan jalan yang harus kami lalui. Yaa 'alim. Kau yang memberikan ilmu dan pengetahuan. Yaa khobir. Kau yang memberikan isyarat kewaspadaan. Yaa Mubiin kau yang memperjelas pada pemahaman. Yaa waliy. Kau yang memelihara dan mengayomi. Yaa hamid. Kau yang memiliki pujian dan kesempurnaan. Yaa qawiim. Kau yang tegak dan mengokohkan keyakinan. Yaa hafid. Kau yang memberikan penjagaan dan rasa aman.
Gemuruh laut menimpali. Deburan ombak bersorak memberikan irama. Saling bersahutan seumpama orkestra yang menyuguhkan harmoni yang melegakan dan melapangkan kesadaran. Rajah dan tawasulan adalah kembaran pujian dan penghormatan. Permintaan kepada Tuhan supaya manusia dan alam berjabat tangan. Berbagi tempat. Berbagi keselamatan.
Ahung. Ahung. Ahung.
Allah. Allah. Allah
Allah. Allah. Allah
Post a Comment