Gy3ZRPV8SYZ53gDjSFGpi7ej1KCaPY791pMbjB9m
Bookmark
Kalimat apa saja yang anda kehendaki (ketika tersorot oleh kursor)

Belajar Berfilsafat - SEKELUMIT KAUM SOPHIES

Pada pertengahan abad ke-5 sebelum Masehi muncul aliran baru yaitu Sofis. Kelahiran mereka berkaitan dengan perkembangan kota Athena yang luar biasa makmur dan menjalankan kehidupan demokrasi secara bebas.

Demokrasi Athena sangat menghargai warga negara. Dalam pengadilan, misalnya, mereka memilih juri berdasarkan undian. Juri-juri ini dipilih dari warga negara biasa dan hanya menjabat dalam periode singkat.

Dalam pengadilan ini penuntut dan terdakwa tampil secara pribadi, tidak diwakili oleh pengacara. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat Athena merasa perlu memiliki keterampilan berbicara. Karena tanpa kemampuan itu, mereka tidak akan bisa membela diri di depan pengadilan.

Untuk kepentingan itu, mereka menggaji orang yang pandai untuk menuliskan naskah pidato yang bagus dan memukau atau guru yang mengajari bagaimana berbicara secara memukau. Guru-guru inilah yang disebut sebagai kaum Sofis.
Belajar Berfilsafat - SEKELUMIT KAUM SOPHIES
Kata sofis berarti arif, atau pandai. Yaitu gelar bagi mereka yang memiliki kearifan dalam menjalani kehidupan. Namun pada zaman ini, arti sofis berkaitan dengan orang yang pandai bicara, mempengaruhi orang dengan kepandaian berdebat. Aliran ini banyak dianggap sebagai aliran yang  negatif, karena merelatifkan segala kebenaran.

Protagoras, salah satu tokoh terkemuka aliran ini, menyatakan bahwa “manusia adalah ukuran segalanya, jika manusia menganggapnya demikian maka demikianlah adanya, dan jika tak demikian maka tak demikian pula”. Maksudnya, “bahwa semuanya itu harus ditinjau dari pendirian manusia masing-masing.

Kebenaran umum tidak ada. Pendapatku adalah hasil pandanganku sendiri. Apa pandanganku ini benar bagi orang lain, sukar dipastikan, boleh jadi tidak. Apa yang dikatakan baik, boleh jadi jahat bagi orang lain. Alamku adalah bagiku sendiri. Orang lain mempunyai alamnya sendiri pula.”

Pemikiran merupakan hasil dari interaksi diri terhadap benda-benda, diri yang memandang dan benda-benda yang dipandang keduanya berubah setiap saat. Karena itu, kebenaran hanya bersifat sekejap: yaitu  pada saat berinteraksi dengan benda-benda itu, pada kali kedua kebenarannya bisa berubah. Lebih lanjut lagi Protagoras menyatakan tiap buah pikiran hanya benar bagi dirinya sendiri. Karena itu kebenaran tak pernah bisa bersifat umum. Semua kebenaran memiliki kedudukan yang sama, sama-sama kuat dan sama-sama lemah.

Di tengah anggapan bahwa semua kebenaran relatif, cara pengungkapan yang memukau menjadi penting. Maksudnya, kebenaran tidak lagi tergantung pada isi (bukankah isinya sudah dianggap relatif), kebenaran tergantung pada bagaimana cara menyampaikannya: yang baik bisa tampak jahat ketika salah menyampaikan, juga sebaliknya.

Tokoh kedua dari kaum Sofis adalah Georgias. Ia hidup pada rentang tahun 483-375 di Leontinoi, Sisilia. Pada tahun 427 ia datang ke Athena sebagai ahli pidato dan menjadi guru berpidato. Filsuf satu ini  menyatakan tidak ada satupun yang benar. Ia menyatakan, tidak ada sesuatupun yang ada, jika ada maka ia tak dapat diketahui, dan jika dapat diketahui sesuatu itu tidak dapat dikabarkan.

Georgias menyatakan dengan tegas bahwa segala pemikiran atau pendirian adalah salah, satu kebalikan dari pemikiran Protagoras yang menyatakan segala pendirian atau pemikiran bisa jadi benar. Protagoras dianggap sebagai seorang skeptis, ia meragukan adanya kebenaran di dunia ini. Sedang Georgias bisa disebut sebagai nihilis karena ia menyatakan lebih keras lagi, kebenaran itu memang sudah tidak ada lagi. Retorika (keterampilan mengolah kata) sekali lagi menjadi cara untuk meyakinkan orang.

Sofis dalam gambaran di atas terlihat sangat jahat dan tidak memiliki moral. Namun mereka sebenarnya memiliki jasa yang lumayan besar dalam perkembangan filsafat dunia. Lewat ajaran bahwa tergantung pada manusialah segala kebenaran, kaum sofis telah mengalihkan pola pikir dari memeriksa asal muasal alam raya menuju pemuliaan manusia. Manusia di bawah pemikiran kaum sofis tidak lagi menjadi bagain dari alam raya, kebenaran  tidak lagi tergantung dan terdapat di dalam alam raya namun pada diri manusia. Pada saat itulah manusia terpisah dan mandiri. Alam raya tidak lagi dianggap sangat mengagumkan, manusialah yang lebih mengagumkan. Ajakan kaum Sofis untuk bertumpu pada apa maunya manusia menjadi awal dari arah filsafat yang bertumpu pada manusia, suatu awal yang kemudian menjadi trend perkembangan filsafat selanjutnya –sampai saat ini
Post a Comment

Post a Comment